Di suatu desa kecil terdapat sebuah rumah yang ditinggali dua orang bersaudara−kakak beradik yang berada tepat di pinggiran sungai kecil. Sungai itu juga digunakan sebagai tanda perbatasan antar desa satu dengan desa sebelahnya. Mereka ialah Denny dan Dinda. Denny ialah kakak dari Dinda. Mereka ialah sepasang anak yatim piatu yang sedari kecil telah di tinggal mati ayah dan ibundanya. Umur mereka hanya terpaut 3 tahun 2 bulan saja.
Semenjak kecil mereka dirawat oleh kakek tercinta. Beliau adalah Sulaiman, laki-laki paruh baya yang bekerja “Serabutan” di Desanya. Ia bekerja sebagai buruh tani, menjadi kuli bangunan, dan kadang juga berdagang. Semua itu biasa Sulaiman lakukan demi untuk menyambung hidup dirinya dan kedua cucunya tercinta. Sulaiman tinggal sebatang kara setelah ditinggal mati istrinya 10 tahun silam. Karena itu, ia sangat mencintai kedua cucunya seperti mencintai anaknya sendiri sekaligus menjadi teman bagi kehidupannya.
Akan tetapi setelah dengan berjalannya waktu dan umur cucunya beranjak dewasa−Denny berumur 20 tahun dan adiknya, Dinda berumur hampir 17 tahun, Sulaimantutup usia pada usia 80 tahun. Sulaiman, yang sedari mereka kecil hanya bekerja“Serabutan”, selalu bekerja keras untuk membiayai sekolah Denny dan Dinda. Karena ia bercita-cita menjadikan cucunya orang yang berguna dihari kemudian dengan berbekal ilmu yang didapatkan dari dunia pendidikan. Sayangnya, saat Denny telah lulus dari jejang SMA, kakek kesayangan kereka berbaring diperistirahatan terakhir. Selanjutnya, Denny lah yang harus melanjutkan tanggung jawab kakeknya untuk membiayai sekolah adiknya.Pada saat itu, Dinda baru menginjak kelas XI atau setara dengan kelas 2 SMA.
Dengan hanya bermodalkan ijazah yang didapatkannya dari SMA, Denny bertekat mengadu nasib ke Jakarta. Tak ada seorang pun yang dikenalnya saat ia berada di ibu kota Republik Indonesia ini. Ia dapat berangkat ke Jakarta dengan uang celengannya sejak ia kelas 1 SMA.
Di Jakarta ia menumpang tidur di masjid-masjid. Setiap hari ia berkeliling jakarta, masuk perusahaan satu keperusahaan lain untuk melamar pekerjaan dengan bekal ijazah yang dimilikinya. Sudah 4 hari Denny berkeliling jakarta untuk melamar pekerjaan. Beruntung, ketika itu seusai melaksanakan sholat jumat di salah satu masjid besar di jakarta, ada seseorang bapak-bapak berseragam security yang mengajaknya ngobrol.
“Assalamu’alaikum… mas” sapa bapak-bapak berseragam security tersebut.
“Dari mana mas?” sambungnya.
“Waalaikumsalam pak, saya dari desa pak berniat untuk mencari lowongan pekerjaan di Jakarta,” jawab Denny dengan nada sopan.
“Oh iya kita belum kenalan mas, saya Sukardi petugas Security dari sebuah perusahaan mekanik di sana,” terang Sukardi sambil telunjuknya menunjuk perusahaan tempat ia bekerja diseberang jalan yang tak jauh dari masjid
“Saya Denny pak,” timpalnya sambil tersenyum hangat.
“Mas Denny memangnya mau nyari kerja apa?.”
“Kerja apa saja pak, yang penting saya cepat dapat kerja gitu,” jawab Denny.
“Kalau mau di perusahaan tempat saya kerja saja, sepertinya ada lowongan.”
“Oh iya pak, terimakasih informasinya,” tanggap Denny dengan perasaan senang.
Dari obrolan tersebut, Denny mendapatkan informasi bahwa diperusahaan tempat Sukardi bekerja sedang membuka lowongan.
Jarum jam ditangannya telah menunjukkan pukul 13:00 WIB. Denny dan Pak Sukardi bergegas menuju perusahaan tempat Pak Sukardi bekerja. Karena, jam masuk siang setelah istirahat adalah pukul 13:00 WIB. Dengan ramah Pak Sukardi menunjukkan tempat dimana ruangan penerimaan calonkaryawan baru. Setelah itu, Denny setengah berlari menuju ruangan tersebut, tak lupa Denny menjabat tangan lelaki bertubuh tegap itu sambil melempar senyuman dan mengucapkan terimakasih.
Semua berkas telah tepenuhi. Untung pabrik tersebut menerima karyawan dengan lulusan SMA. Selain itu tak ada tes yang mempersulit masuk Denny ke perusahaan tersebut. Dengan tenggang waktu 3 hari setelah melamar pekerjaan tersebut, akhirnya Denny dinyatakan diterima diperusahaan tersebut. Selama waktu menuggu pengumuman tiga hari, Denny diizinkan tinggal dikontrakannya Pak Sukardi yang tak jauh dari perusahaan tersebut.
Denny diterima kerja dibagian periklanan perusahaan tersebut. Selama bekerja ditempat itu, Pak Sukardi menawarkan Denny tinggal bersama dikontrakannya. Karena Pak Sukardi hanya tinggal seorang diri. Dengan kontrakan seluas 4 x 7 m2 berkamar 1, sebuah dapur kecil dan kamar mandi ini ditinggali oleh Pak Sukardi dan menurutnya cukup untuk ditambah satu orang lagi. Dengan sedikit ragu Denny menerima tawaran Pak Sukardi. Karena saat itu Denny tidak memiliki cukup uang untuk membayar kontrakan. Sewa kontrakan sebesar Rp. 6.000.000/Tahun. Jadi setiap orang harus paruhan membayar Rp. 3.000.000/ Tahun.
Uang kontrakan untuk tahun ini sudah dilunasi oleh Pak Sukardi, jadi Denny tinggal mengganti uang kepada Pak Sukardi. Untung Pak Sukardi memberikan kelonggaran pada Denny.
“Tak usah terlalu kamu pikirkan untuk membayar uang kontrakan kepada saya, bayar selonggarmu saja. Yang terpenting kamu kerja dulu dan nikmati tinggal dikontarakan yang sederhana ini. Kalau sudah benar-benar cukup uangnya untuk membayar kontrakan ini, baru dibayarkan juga tidak apa-apa. Saya tipe orang yang tidak suka terlalu menuntut,” ujar Pak Sukardi dengan penuh keramahan.
Sudah 1 bulan lebih Denny bekerja ditempat itu. Gaji pertamanya telah ia gunakan untuk menyicil uang kontrakan kepada Pak Sukardi–yang sebenarnya tidak terlalu mempermasalahkan masalah uang kontrakan, dan yang sisanya untuk biaya hidupnya serta jatah uang untuk adiknya yang ada dikampung. Walaupun gajinya tidak terlalu besar tapi ia mencoba mengatur uang yang ia dapat tersebut agar cukup. Ia mengirimkan lewat pos untuk mengirim uang jatah pertama adiknya. Selain itu, Denny juga mengirimkan surat kepada adiknya tercinta.
“Assalamu’alaikum Dinda…. Bagaimana kabar Dinda dirumah? Semoga sehat-sehat saja ya!. Ow ya kakak pesen ya, untuk mempermudah saat kakak mengirim uang jatah untuk Dinda dirumah, nanti Dinda segera membuat Nomor rekening ya disalah satu Bank.
Dinda, ini kakak kirim uang. Gunakan untuk kebutuhan sehari-hari Dinda ya. Kalau masalah uang sekolah biar bulan depan kakak cicil. Sekolah yang rajin ya. Doakan kakak disini baik-baik saja, terus diberi kesehatan dan kemudahan dalam mencari rizqi di Jakarta. Insyallah setiap bulan kakak berusaha untuk selalu mentransfer uang ke Dinda”
Salam cinta dari kakakmu
Denny Nugraha
Dua minggu kemudian Dinda adik Denny membalas surat yang dikirimkan oleh kakaknya tempo lalu.
“Wa’alaikum salam kakak. Alhamdulillah kak Denny, kabar Dinda sehat di rumah. Ow ya, kabar kakak bagaimana? Mudah-mudahan sehat ya kak! Terimakasih kak, atas kiriman uangnya. Iya kan Denny, pesen kakak saya inget-inget terus. Dinda juga sudah membuat nomor rekening seperti yang kak Denny minta. Ini kak nomor rekeningnya 4456789970 a/n DindaNugraha.
Kak Denny, Dinda mau memberitau kalau Dinda semester ini jadi juara kelas. Jadi Dinda dapat besiswa dari sekolah kak selama menjelang masuk kelas tiga nanti. Jadi kakak tidak terlalu susah payah lagi untuk membiayai uang sekolah Dinda. Kalau kakak mau transfer uang ke Dinda, tidak usah terlalu banyak-banyak kak. Yang jelas sekarang Dinda hanya membutuhkan uang untuk biaya hidup dirumah saja, karena biaya sekolah sudah ditanggung oleh beasiswa yang Dinda dapat. Mending uangnya kakak tabung sendiri untuk tabungan kita nanti kak.
Kak Denny di Jakarta jaga kesehatannya ya kak! Jangan lupa istirahat malamnya di jaga. Jangan terlalu banyak lembur kalau memang ada lembur. Sekali lagi terimakasih kak uangnya. Doa Dinda selalu menyertai kak Denny. Semoga kak Denny diberi kemudahan oleh Allah dalam dalam mencari rizqi yang halal.
Salam hangat dari adikmu tercinta,
Dinda Nugraha
Surat tersebut diterima Denny dua hari kemudian. Saat membaca surat tersebut, mata Denny berkaca-kaca. Ada rasa bangga pada adiknya yang secara tersirat sebenarnya tidak mau menggantungkan hidupnya kepada kakaknya. Adiknya ingin juga bisa hidup mandiri. Selain itu, Denny juga turut berbangga atas prestasi yang diraih adiknya. Setiap hari Denny bekerja keras siang dan malam untuk dapat tetap mentransfer uang untuk adik kesayangannya yang ada di desa. Setiap bulan Denny mengusahakan mentransfer uang kepada adiknya.
Setelah hampir setahun berlalu ia berkerja di Jakarta, dan adiknya hampir mendekati waktu lulus dari SMA, Denny semakin gigih bekerja mengumpulkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan adiknya. Dalam benaknya, ia ingin terus dapat membiayai adiknya hingga jenjang perkuliahan, agar kelak adiknya tidak akan bernasib sepertinya. Denny bercita-cita agar adiknya kelak menjadi orang yang sukses dan menjadi orang yang berguna serta bermanfaat bagi banyak orang dengan ilmunya.
Ketika waktu ujian kelulusan SMA tinggal menghitung bulan, ada yang terjadi pada diri Dinda−adik kesayangan Denny. Ternyata Dinda mengidap penyakit kanker otak. Saat di Sekolah tiba-tiba Dinda jatuh pingsan. Kemudian teman-teman kelasnya membawanya ke Unit Kesehatan Sekolah (UKS). Dibantu guru BK dan petugas UKS Dinda diberi perawatan agar segera siuman. Namun, setelah satu jam lebih Dinda tidak menunjukkan tanda-tanda untuk siuman, pihak sekolah memutuskan membanya ke Rumah Sakit terdekat. Setelah ada pemeriksaan dari dokter, ternyata Dinda mengidap penyakit kaker otak stadium akhir.
Mencengangkan. Setelah sekian lama bekerja keras dan menabung untuk tetap membiayai pendidian adiknya hingga dunia perkuliahan, setelah kejadian itu Dinda menyusul kakeknya keperistirahatan terakhir. Dinda tidak dapat terselamatkan ketika dokter akan melakukan operasi pengangkatan sel kanker yang ada diotaknya. Dinda tutup usia sesaat sebelum pihak Rumah Sakit melakukan tindakan operasi.
Teman-teman Dinda dan Bu Dina selaku Guru Bimbingan Konseling (BK) yang pada saat itu mengantarkan Dinda ke Rumah Sakit langsung memberi kabar pihak sekolah tentang keadaan Dinda saat itu. Mendengar kabar tersebut,Kepala Sekolah tempat Dinda belajar langsung menghubungi Denny−kakaknya Dinda.
Mendengar kabar duka tersebut, sontak membuat Denny seperti tak berdaya. Air matanya tak dapat ia bendung dari sela-sela kelopak matanya.Ia tak menyangka bahwa adiknya mengidap penyakit yang sangat mematikan itu, dan dengan cepat meniggalkannya dalam kesendiran.Setelah sesaat menerima kabar tersebut,Denny langsung meminta izin atasannya untuk pulang dan cuti untuk beberapa waktu, dengan harapan ia dapat melihat adiknya yang terakhir kalinya.
Perjalanan dari Jakarta menuju desa tempat tinggalnya dapat ditempuh dengan memakan waktu hampir sehari semalam dengan menggunakan trasportasi bus atau kereta api. Sepanjang perjalanan, tak henti-hentinya Denny meneteskan airmata yang membasahi permukaan pipinya.
Sesampainya dirumah, Denny melihat keadaan rumah yang tak jauh berubah sejak pertama kalinya ia meninggalkannya. Hanya saja, keadaan rumah saat itu penuh diselimuti aura kesedihan. Tak ada siapapun. Akan tetapi, masih ada sisa aroma kapur barus yang tercium dan wangi bunga sisa dari pemandian jenazah.
Jenazah Dinda telah dikebumikan sebelum Denny sampai dirumah duka, sebab tidak memungkinkan untuk membumikan jenazahnya hingga menunggu Denny sampai di rumah. Jarak yang terlalu jauh dan waktu tempuh Denny yang lama untuk dapat sampai dirumah, menjadi alasan bagi para tetangga dan pelayat untuk membumikan jenazah Dinda. Al hasil, sesampainya dirumah Denny tak dapat menyaksikan adiknya yang terakhir kalinya sebab adiknya telah terbaring tenang berbalut kafan dalam tanah berhiaskan bunga-bunga dan nisan.
Tubuh Denny terlihat lemas ketika langkah kakinya menuju ke tempat di mana adiknya dikebumikan. Hanya doa yang dapat Denny lakukan ketika ia sampai diatas pusara adik kesayangan sekaligus menjadi kebanggaannya itu.
“Ya Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Kau yang mengatur Langit dan Bumi beserta isinya. Setiap yang Engkau ciptakan akan kembali lagi kepada Engkau. Ya Allah jika memang Engkau mengambil Dinda dari sisi hamba saya ikhlas, karena saya percaya bahwa Engkau akan menempatkannya disisi-MU. Apapun yang Engkau putuskan tak ada yang sanggup mengelaknya. Tetesan air mataku ini semoga dapat menjadi saksi dan menjadi tebusan atas segala dosa dan kekhilafan yang Dinda lakukan selama berada dibumi-MU ini Ya Allah. Dan saya berdoa memohon kepada Engkau ya Allah, agar Adik saya−Dinda Engkau tempatkan di tempat yang mulia yaitu di surga-MU yang penuh dengan Rahmat dan Ridho-Mu. Aminn… Amin…Ya Robbal’alaimin,” doa Denny sambil mengusap-usap nisan adik kesayangannya.
Tamat.
Penulis: Nanang Wahyu Prajaka