Site icon Persmacanopy.com

Benarkah 20 Tahun Kedepan Profesi Petani akan Hilang?

Generasi muda Indonesia makin banyak yang menjauhi profesi sebagai petani, bahkan di kalangan mahasiswa lulusan fakultas pertanian itu sendiri. Miris sekali mengetahui fakta banyak anak muda yang menghindari profesi petani. Hal ini karena petani dianggap bukan profesi yang menjamin finansial di tengah naiknya harga-harga kebutuhan hidup, apalagi untuk investasi masa depan seperti biaya kuliah, cicilan rumah, pensiun dan sebagainya. Bekerja pada industri di pinggiran kota penyangga seperti Bekasi, Tangerang, atau Depok menjadi pilihan yang lebih menarik. Orang berbondong-bondong meninggalkan ciri agrarisnya sebab (menganggap) tak ada lagi penghidupan layak di dalamnya. Selain itu, karena penghasilan dari profesi petani dianggap tidak terlalu besar atau bahkan pendapatan petani yang kecil. Petani juga identik dengan kemiskinan dan juga keterbelakangan dalam aspek kehidupannya.

Pertanian merupakan sektor yang potensial untuk dikembangkan, akan tetapi belum didukung oleh sumberdaya manusia yang memadai, bahkan cenderung mengalami penurunan minat (degenerasi) yang disebabkan pendapatan sektor pertanian yang kurang menjanjikan dan secara status sosial masih dipandang rendah. Kondisi ini membuat generasi muda enggan berkutat dalam bidang pertanian. Hal tersebut menimbulkan dampak positif maupun negatif. Dampak positif menurut Ngadi (2014), salah satunya peningkatan luas lahan pertanian dan penurunan jumlah petani gurem. Namun,dampak negatif yang ditimbulkan yaitu ketahanan pangan terganggu, meskipun secara kuantitas jumlah tenaga kerja pertanian relatif besar. Kondisi ini serta penuaan petani yang tidak dapat dihindari menyebabkan krisis penerus kegiatan usahatani. Tidak adanya generasi muda masuk pertanian menjadikan pertanian harus dikelola oleh kelompok usia lanjut sehingga terkadang sulit untuk memacu peningkatan produksi pertanian. (Said Abdullah, 2014). Lalu, bagaimana keberlanjutan sektor pertanian?. Tanpa adanya jaminan tentang masa depan yang cerah pada dunia pertanian, maka regenerasi petani tidak akan terjadi dan kemajuan dunia pertanian di Indonesia hanya akan menjadi angan-angan saja.

Namun, karena keterbatasan lowongan kerja pada industri yang menjanjikan menyebabkan orang-orang pada akhirnya memilih pekerjaan petani sebagai pilihan terakhirnya. Penurunan jumlah lowongan kerja pada bidang lainnya di Indonesia berkonsekuensi positif dan negatif bagi pertanian. Sisi positifnya, peningkatan luas lahan dan jumlah petani. Hasil sensus pertanian menunjukkan rerata luas lahan petani meningkat cukup signifikan. Rerata luas lahan pertanian pada 2003 sebesar 0,35 ha menjadi 0,86 ha pada 2013. Jumlah petani gurem menurun dari 19,02 juta pada 2003 menjadi 14,25 juta pada 2013.

Keadaan ini memberikan peluang bagi petani untuk meningkatkan pendapatan. Sedangkan, konsekuensi negatifnya, ketahanan pangan terganggu di Indonesia. Meskipun secara kuantitas jumlah tenaga kerja di pertanian masih relatif besar, produktivitas lahan akan menurun. Pertama, sebagian besar petani di perdesaan umumnya golongan usia lanjut. Meskipun jumlah mereka banyak, produktivitas mereka sudah menurun. Kegiatan pertanian tidak bisa maju karena tidak bisa mengikuti perkembangan teknologi pertanian. Pada akhirnya, generasi muda Indonesia lain memang mesti berkompromi dengan kenyataan hidup, meski ia menilai fenomena ini tidak adil.

Saat ini, dunia pertanian membutuhkan generasi muda mampu menciptakan berbagai perubahan besar untuk meningkatkan kesejahteraan pangan kita. Padahal jika ditelisik banyak generasi muda yang terbersit untuk menjalankan usahatani dengan cara yang modern, sebagai perpaduan antara gaya bertani klasik plus penerapan konsep industri yang efisien dengan pemanfaatan alat-alat modern, serupa dengan strategi pertanian dan hortikultura di negara-negara maju. Tentu saja perubahan tersebut harus dapat memajukan dunia pertanian tanpa mengusik keseimbangan ekosistem alam. Sehingga, nantinya jika banyak anak muda yang mau berkutat dalam bidang ini dengan tujuan untuk meningkatkan pangan dan juga menyejahterakan petani lain, maka sektor pertanian tak perlu lagi risau mengenai regenerasi petani.

Referensi:

https://tirto.id/indonesia-krisis-regenerasi-petani-muda-cnvG

Ngadi. 2014. Pangan dan Regenerasi Petani. Pusat Penelitian Kependudukan.Lembaga Penelitian Indonesia Pusat. http://kependudukan.lipi.go.id/id/berita/liputan-media/190- pangan-dan-regenerasi-petani

Abdullah, Said. 2014. Penuaan Petani vs Swasembada Pangan. Artikel. http://www.gresnews.com/berita/opini/40210-penunaanpetani-vs-swasembada-pangan/

Sensus Pertanian 2013 Kabupaten Grobogan.

Penulis : Nurhalisah

EditorĀ  : Shanti Ruri Pratiwi

Gambar bersumber dari kompasiana.com

Exit mobile version