Ganja merupakan salah satu narkotika yang termasuk ke dalam golongan 1 yang memiliki tingkat kecanduan terhadap pemakai yang sangat tinggi. Penggolongan ini sesuai dengan Undang – Undang No. 22 Tahun 1977. Indonesia saat ini sedang dihebohkan dengan legalisasi penggunaan ganja dalam medis yang diyakini memiliki manfaat dalam mengobati penyakit saraf. Dilansir dari health.detik.com (20/7) Mahkamah Konstitusi (MK) menolak tentang penggunaan ganja dalam bidang medis, karena sejauh ini pemanfaatan narkotika golongan 1 hanya untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Berikut merupakan beberapa tanggapan terkait legalitas penggunaan ganja untuk keperluan medis dalam negeri.
“Selama ini ganja termasuk ke dalam jenis narkotika, terdapat 3 jenis tanaman yang menjadi bahan baku narkotika yaitu tanaman poka yang menghasilkan kokain tanaman papaver yang menghasilkan candu, serta ganja atau Cannabis sativa. Dalam undang – undang narkotika, baik dari undang – undang tahun 1976 hingga undang – undang yang terbaru tetep ada pasal yang menyebutkan, bahwa narkotika hanya boleh dipergunakan untuk keperluan kesehatan dan ilmu pengetahuan. Jadi dengan demikian sudah jelas diatur di dalam UU narkotika, bahwa narkotika boleh dipergunakan, jika itu digunakan untuk keperluan kesehatan dan ilmu pengetahuan. Sebagai contohnya yaitu morfin yang termasuk ke dalam jenis narkotika, namun boleh digunakan untuk anestesi dan pembiusan
Selama ini ganja memang dilarang, karena ganja lebih banyak mudharatnya dibandingkan dengan manfaatnya, mungkin saja tidak ada manfaatnya jika dibandingkan dengan tanaman candu. Maka, yang menjadi permasalahannya bukan boleh atau tidak boleh digunakannya ganja tetapi terlebih dahulu perlu dikaji lebih lanjut. Jikalau boleh, hal itu untuk keperluan apa atau diperbolehkan setelah melalui ketentuan yang seperti apa, karena penelitian terkait hal tersebut masih belum ada. Dalam penggunaan ganja harus ada penelitiannya terlebih dahulu, yaitu penelitian yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, bahwa memang ganja dapat dimanfaatkan, jangan jika diperbolehkan tetapi dilepas begitu saja. Semisal ada penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan hasilnya berupa konsekuensi dan resikonya, maka barulah diambil kesimpulan bahwa ganja itu boleh digunakan. Sedangkan sekarang ganja itu boleh, tetapi boleh yang seperti apa karena di dalam medis dan ilmiah belum ada pertanggungjawabannya. Seharusnya, sekarang itu penelitian terlebih dahulu baru diperbolehkan penggunaan ganja tersebut. Negara Indonesia memiliki banyak lembaga penelitian tetapi kenapa belum ada penelitian yang muncul terhadap penggunaan ganja.
Setiawan Noerdajasakti
Wakil Dekan 3 Fakultas Hukum Universitas Brawijaya
“Penguasaan, budidaya dan penggunaan tanaman ganja untuk kepentingan medis dan kepentingan apapun tidak legal di Indonesia, utamanya menyalahi UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika. Jadi ganja ini tidak legal ya.. Penggunaan ganja sebagai keperluan medis tidak urgen karena belum ada penelitian yang mendalam terkait hal tersebut, efek ketergantungannya lebih besar dibanding manfaatnya, dan masih ada alternatif obat yang dapat digunakan yang lebih aman dan terbukti ampuh. Namun, tidak menutup kemungkinan di masa mendatang ganja dapat dimanfaatkan sebagai obat bila terbukti secara ilmiah pemanfaatan ganja untuk kepentingan medis ini manfaatnya lebih besar dibandingkan mudharatnya.
dr. Hikmawan Wahyu Sulistomo, PhD
Departemen Farmakologi, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
Tanaman ganja di Indonesia masuk dalam narkotika golongan I pada undang-Undang narkotika no.35/2009. Kategori pertama obat narkotika sendiri, meliputi: tanaman ganja, Semua tumbuhan dari genus Cannabis dan seluruh bagian tumbuhan baik biji, buah-buahan, jerami, tanaman ganja olahan atau bagian dari tanaman ganja termasuk resin ganja.
Pada tahun 2020, berdasarkan Surat Keputusan Kementerian Pertanian No.104/2020, ganja termasuk dalam komoditas tanaman obat, namun beberapa saat kemudian cannabis dikeluarkan dari daftar tanaman obat tersebut. Hingga saat ini belum terdapat petani ganja legal yang menjadi binaan kementerian pertanian di Indonesia, meskipun beberapa daerah di Indonesia memiliki sejarah sebagai penghasil ganja, yaitu Aceh, dan Mandailing, Sumatera Utara. Secara Internasional budidaya ganja harus dilakukan sesuai peraturan yang tertulis pada Single Convention Drugs 1961, yaitu mengacu pada sistem kontrol budidaya opium poppy. Salah satu negara yang telah memiliki regulasi budidaya ganja adalah Australia melalui Industrial Hemp act 2004.
Berdasarkan profil laju pertumbuhan nilai ekonomi ganja, manfaat bagi industri dan pengobatan, serta kondisi sumber daya alam Indonesia, maka Indonesia memiliki potensi untuk melakukan budidaya ganja industri/hemp ataupun marijuana sebagai komoditas pertanian dengan mengikuti regulasi yang berlaku. Tentu saja hal tersebut membutuhkan kerja sama dari berbagai pihak, agar tidak menyebabkan kenaikan penyalahgunaan ganja sebagai recreational drugs.”
Apt. Uswatun Khasanah, M.Farm.
Dosen Departemen Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
Reporter: Siti Nurhajijah dan Diandra Putri
Editor : Wikan Agung Nugroho