Site icon Persmacanopy.com

Kambing Kendit dan Tradisi Bersih Desa

Malang, CANOPY – Perhatian masyarakat Kecamatan Ngantang pada hari Minggu Kliwon, (31/03) terpusat pada acara bersih dusun di Watukidul, Desa Waturejo. Salah satu yang mencuri perhatian adalah arak-arakan dan penyembelihan Kambing Kendit. Penyembelihan Kambing Kendit tersebut sebagai ritual bersih dusun, juga digunakan sebagai wujud syukur atas berkah yang telah diberikan dari Tuhan. Kemudian hasil penyembelihan diolah oleh sesepuh adat dan disajikan dalam kenduren serta sesajen untuk pepunden dusun. Kambing Kendit adalah jenis kambing dengan warna hitam seluruh tubuh, namun dibagian perut tersabuk melingkar warna putih. Menurut kepercayaan, penyembelihan Kambing Kendit mengandung nilai adat yang dijunjung tinggi oleh masyarakat dusun Watukidul. Selain itu, harga dari jenis kambing tersebut cukup tinggi dibandingkan dengan kambing yang lain, bernilai 3 juta sampai dengan 15 juta rupiah.

Pameran Busana dalam Karnaval

Daya tarik lain dari acara tahunan bersih dusun ini adalah karnaval budaya. Berbagai macam pertunjukan budaya disajikan oleh warga dusun. Setiap arakan budaya memiliki ciri khas tersendiri, mulai dari penyajian budaya maupun jenis pertunjukan. Adapun karnaval dimulai pada pukul 08.30 WIB hingga pukul 11.30 WIB. Pertunjukan yang disajikan oleh warga Dusun Watukidul antara lain kuda lumping “Sinar Ngesong”, pencak silat Setia hati, pameran seni kreasi warga, pameran seni busana, Bantengan, dan Tayub.
“Semoga dengan diadakannya bersih dusun tahunan ini budaya akan terus berkembang, dan adat semacam ini harus dijaga untuk keselamatan dusun”, ujar Kusmanhadi selaku ketua panitia. Harapannya agar budaya seperti bersih dusun di Watukidul tetap dilestarikan.


Rangkaian acara bersih dusun tidak hanya berlangsung di Watukidul saja. Namun dilakukan di dusun lainnya yang masih termasuk wilayah administratif Desa Waturejo. Pembagian Desa Waturejo terdiri dari tiga dusun yaitu Watutengah, Watukidul, dan Sumbergondo. Ketiga dusun tersebut memiliki acara bersih dusun yang sama, namun Dusun Watukidul diposisikan sebagai gong akhir dari rangkaian tersebut atau dusun yang paling akhir melakukan bersih dusun. Karnaval budaya yang dilakukan di dusun Watukidul begitu meriah dengan segala pernak-pernik yang telah dipersiapkan oleh warga dusun sehingga bersih dusun di Watukidul sebagai bersih dusun yang paling ramai dibandingkan dusun lainnya.
“Meriah acaranya, namun sayang lebih meriah tahun lalu. Setiap tahun yang saya tunggu itu waktu penyembelihan kambing kendit, rame itu mas, gayeng”, tutur Ibu Reval salah satu pengunjung dari dusun Sumbergondo.

Generasi akan terus ada

Pelaku budaya yang ikut serta dalam acara tersebut tidak hanya orang tua. Namun pemuda dudun juga memegang peran yang vital dan sangat membantu berjalannya acara. Pembagian peran yaitu orang tua dan sesepuh dusun sebagai pengatur upacara adat sedangkan kelompok pemuda turut mengatur teknis dan mempersiapkan pendukung acara untuk upacara adat tersebut. Hal ini patut dicontoh, bahwa ikatan antara kelompok pemuda dan orang tua masih terjaga. Jiwa gotong-royong sebagai salah satu identitas bangsa Indonesia masih dirawat dengan baik.

Tak hanya itu, banyak penggiat seni muda yang patut diberi apresiasi. Salah satunya adalah Adit (15). Pemuda kelas tiga Sekolah Menengah Pertama (SMP) ini ikut meramaikan karnaval budaya kudalumping yang berlangsung di Watukidul. Selain itu Medo (17) salah satu penggiat kesenian kudalumping juga turut berpartisipasi aktif sebagai pemain disana. Anak muda kelas dua Sekolah Menengah Akhir (SMA) ini mempunyai harapan yang optimis dengan acara semacam ini. Adanya media pertunjukan semacam ini mampu menginspirasi anak-anak kecil untuk mengenal budaya jawa.
“Sangat senang mas dengan acara bersih desa semacam ini, harapan saya agar budaya jawa dapat lestari dan anak-anak kecil senang serta meneruskan budaya jawa ini”, tambah pemuda asal Kandangan tersebut. Dia menambah bahwa penerus adalah salah satu kunci dari lestarinya budaya.

Cerita yang pernah terjadi

Karnaval Kuda Lumping “Sinar Ngesong”

Terdapat cerita yang melatarbelakangi lestarinya budaya ini serta alasan dibalik dilakukannya kirab budaya atau karnaval setelah upacara adat. Berdasarkan pengalaman yang sudah terjadi, terdapat dua orang kepala desa terdahulu yang memutuskan untuk tidak melakukan kirab budaya. Acara yang dilakukan hanya meliputi upacara adat dan kenduren tanpa adanya kirab budaya. Konon ceritanya dari keputusan tersebut membuat kepala desa menjadi jatuh sakit dan meninggal dihari perayaan bersih desa. Cerita yang beredar dimasyarakat tersebut dinilai oleh Kusmanhadi selaku Ketua Panitia menjadi peringatan untuk selalu menjaga budaya yang sudah diwariskan. Tak hanya itu, pesan yang disampaikan oleh Umbar Karen, Kepala Dusun Watukidul yaitu semua cerita ada makna tertentu dan perlu dilakukan pendalaman makna. Secara gamblang dapat diketahui bahwa terdapat proses panjang dalam pembentukan budaya yang ada di masyarakat yang harus dijaga.
“Kalau ingin mendalami tentang sejarah bersih dusun ini dan adatnya, monggo main kesini”, pungkas Kepala Dusun Watukidul.

Reporter dan Fotografer : Tri Raharjo

Exit mobile version