Malang, Canopy—Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya telah memiliki lahan percobaan yang terletak di belakang perumahan Griya Santa. Fasilitas yang belum memadai terlihat pada lahan yang baru diresmikan menjadi lahan percobaan pada September 2015.
Lahan yang memiliki luas hamparan 4,4 ha itu terletak di belakang perumahan Griya Santa, di tengah perkampungan warga. Lahan tersebut belum sepenuhnya digunakan untuk kepentingan penelitian mahasiswa dan fakultas. Beberapa petak lahan masih digunakan warga untuk bertani. Berdasarkan hasil pengamatan pada Minggu (6/3), beberapa buruh tani masih beraktivitas di lahan tersebut, seperti menggiling gabah, memanen seledri dan lainnya. Namun petak lahan lainnya yang digunakan untuk kepentingan fakultas, seperti praktikum dan penelitian, telah diberi tanda plang kuning.
Menurut Suharianto (34), pengelola lahan tersebut, kesulitan yang paling dirasakan oleh petani di daerah tersebut adalah sulitnya irigasi. Air irigasi didapatkan dari sungai dengan bantuan mesin diesel untuk memompa air. Suharianto menambahkan bahwa tanaman di lahan ini jarang terserang hama dan mudah tumbuh. “Kita sangat jarang pakai pestisida di sini mas. Beda dengan di Batu, kalau disana bisa dua kali semprot seminggu mas,” ujar pria asal batu tersebut.
Fasilitas pendukung di lahan ini masih belum memadai. Akses menuju lahan ini masih menggunakan jalan umum milik warga yang sempit dan berbatu. Lahan parkir masih menjadi satu dengan parkir umum kolam pancing umum milik warga. Belum ada bangunan atau gudang untuk menyimpan peralatan pertanian.
Wakil Dekan II Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Dr. Ir. Damanhuri, MS, membenarkan hal tersebut. Ia menyatakan bahwa pihak rektorat telah menganggarkan dana lima milyar rupiah pada Fakultas Pertanian untuk mengembangkan lahan tersebut. Dana tersebut rencananya akan digunakan untuk membangun greenhouse, lahan di Kasembon, dan akses jalan masuk menuju lahan tersebut.
“Sementara ini aksesnya masih menggunakan jalan warga. Untuk akses kita nanti, masih proses karena kita harus negosiasi dengan masyarakat, karena untuk membuat jalan, kan kita harus jebol perkampungan disana,” jelasnya.
Damanhuri juga menambahkan, sebenarnya lahan tersebut dulunya telah dimiliki oleh fakultas. Namun, setelah pergantian Rektor, Rektor yang baru tidak mengetahui kepemilikan lahan tersebut. Lahan tersebut sementara dimanfaatkan oleh warga untuk bertani. Pada September tahun lalu, akhirnya kepemilikan lahan tersebut dikembalikan ke Fakultas Pertanian oleh Rektor. Lahan itu kini dijadikan lahan percobaan. “Warga yang masih bertani, kita tunggu sampai panen. Tapi setelah panen, warga tidak diijinkan untuk menanam lagi karena lahan telah menjadi milik kita (fakultas),” ujarnya.
Tulisan ini telah dimuat di Buletin Ca’pony edisi 1/2016
Reporter : Naufaldi Pratama N
Editor : Nur Dian Laksono