Site icon Persmacanopy.com

Menjadi Kartini di Tengah Pandemi

“Saya hidup untuk orang yang saya sayangi dan mati untuk orang yang saya sayangi, termasuk (untuk) profesi saya.”

Tepat hari ini diperingati sebagai hari Kartini. Raden Ajeng Kartini merupakan sosok perempuan yang hebat pada zamannya. Beliau memperjuangkan pendidikan dan emansipasi pemberdayaan perempuan Indonesia. Dalam sejarah beliau menduduki tempat khusus sebagai Ibu Nasionalisme. Dahulu kala, Kartini merupakan keturunan ningrat, dimana beliau memiliki kesempatan untuk menimbah ilmu di ELS (Europese Lagere School) sampai berusia 12 tahun, tidak semua perempuan pribumi mendapat kesempatan tersebut. Atas kepedihan itulah, Kartini berjuang dengan menulis surat-surat yang ia kirimkan pada temannya di Eropa. Surat tersebut dikumpulkan dalam bentuk buku yang berjudul “Habis Gelap Terbitlah Terang”

Meskipun sosok Kartini telah tiada tetapi jiwa perjuangan Kartini terdapat pada perempuan-perempuan Indonesia, terlebih masa pandemi virus Corona. Salah satunya adalah Ninuk, beliau merupakan Perawat di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Di tengah pandemi, ahli kesehatan mengambil peran yang sangat penting. Perawat harus sigap dalam mengangani pasien yang terus menerus berdatangan. Akibatnya, para Perawat harus mengesampingkan rasa lelah demi kesembuhan pasien. Dilansir dari bbc.com, Ninuk merupakan perawat pertama yang meninggal akibat Covid-19 menurut Perawat Nasional Indonesia (PPNI). Sebelumnya, beliau merasakan gejala seperti demam hingga 39 derajat Celsius, diare, hidung selalu berair, sesak napas hingga punggung terasa nyeri. Saat tahu positif corona, beliau gelisah akankah ia masih bisa hidup. Belum ada kepastian dimana beliau tertular corona, menurut bbc.com kemungkinan beliau tertular saat merawat Warga Negara Asing (WNA) asal Korea Selatan. Ninuk menghembuskan napas terakhirnya di usia 37 tahun setelah 12 tahun menjadi perawat. Menurut kabar Tempo edisi 17 April 2020, sejauh ini sebanyak 13 perawat, 8 diantaranya adalah perempuan yang gugur akibat serangan Covid-19. Juga menurut kabar tempo edisi 10 April 2020 terdapat 20 dokter, 3 diantaranya perempuan juga gugur akibat virus ini.

“Saya hidup untuk orang yang saya sayangi dan mati untuk orang yang saya sayangi, termasuk (untuk) profesi saya.” Kata Ninuk.


Penulis : Shanti Ruri P

Editor : Naila Nifda A.

Karikatur : Yuliastuti Yasmin

Exit mobile version