Dispenser air di lingkungan kampus merupakan fasilitas esensial yang memberikan sejumlah manfaat substansif bagi mahasiswa, mulai dari kemudahan akses hingga dampak positif pada kesehatan dan lingkungan. Di tengah padatnya rutinitas akademis yang menuntut waktu dan fokus, mahasiswa seringkali kesulitan mengalokasikan waktu untuk membeli air minum. Keberadaan dispenser yang tersebar memungkinkan pengisian ulang botol minum secara cepat, sebuah efisiensi waktu yang sangat penting. Hal Ini tidak hanya menghemat waktu, tetapi juga mengurangi kerumitan dalam mencari tempat untuk membeli air. Kemudahan ini mendorong mahasiswa untuk menjaga kecukupan hidrasi, yang sangat penting untuk konsentrasi dan kinerja belajar. Dispenser air juga berkontribusi pada penghematan biaya. Banyak mahasiswa yang harus mengelola anggaran mereka dengan cermat dalam situasi ekonomi yang sulit. Dengan adanya dispenser, mereka tidak perlu mengeluarkan uang untuk membeli botol air kemasan, yang harganya bisa cukup mahal jika dibeli secara rutin. Mengisi ulang botol dari dispenser adalah pilihan yang lebih ekonomis, memungkinkan mahasiswa untuk mengalokasikan dana mereka untuk kebutuhan lain yang lebih mendesak, seperti buku atau transportasi. Penyediaan air gratis seharusnya dipandang sebagai investasi institusi dalam produktivitas akademik mahasiswa, bukan sekadar fasilitas pelengkap.
Keberadaan dispenser air juga sangat penting dari perspektif kesehatan dan kesejahteraan mahasiswa. Air adalah komponen vital bagi kesehatan tubuh, dan kekurangan cairan dapat mempengaruhi kinerja fisik dan mental. Dengan menjamin ketersediaan air bersih yang mudah diakses, dispenser membantu menjaga tingkat hidrasi. Kualitas air yang disalurkan, dengan prosedur sanitasi yang dikelola baik oleh institusi, terjamin dan memenuhi standar kesehatan, menghilangkan kekhawatiran mahasiswa terhadap risiko kontaminasi. Aspek lingkungan juga tak kalah penting. Meningkatnya kesadaran akan masalah limbah plastik, mendorong banyak kampus untuk berupaya mengurangi jejak karbon mereka. Dispenser air mendukung inisiatif zero-waste dengan mendorong mahasiswa menggunakan botol yang dapat diisi ulang, sehingga mengurangi penggunaan botol plastik sekali pakai. Hal Ini bukan hanya berdampak positif bagi lingkungan kampus, tetapi juga membantu menciptakan budaya yang lebih sadar lingkungan di kalangan mahasiswa. Keberadaan fasilitas isi ulang air menjadi hal utama dalam mencapai target kampus yang ramah lingkungan dan rendah sampah plastik.
Namun, dispenser air yang selama ini menjadi andalan bagi mahasiswa kian hari semakin jarang terlihat di kampus, atau bahkan hanya terisi galon kosong tanpa air. Kehadirannya yang praktis dan efisien seolah tergeser oleh rumor bahwa dispenser akan dihilangkan dan digantikan oleh vending machine atau mesin penjual air otomatis berbayar. Keputusan ini, jika benar terjadi, tentu akan membawa dampak yang serius dan berlapis. Pengadaan mesin penjual air otomatis di Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya mungkin dimaksudkan untuk memberikan kemudahan akses air minum bagi mahasiswa dan staf, namun keputusan ini menimbulkan sejumlah dampak negatif yang patut mendapat perhatian serius, terutama terkait dengan langkanya dispenser air yang sebelumnya tersedia. Dispenser air yang ada merupakan fasilitas yang sangat mudah diakses dan dapat digunakan secara gratis oleh semua pengguna. Namun, kini mahasiswa harus membayar untuk mendapatkan air minum dengan kelangkaan dispenser air, yang dapat menjadi beban tambahan, terutama bagi mereka yang berasal dari latar belakang ekonomi yang kurang mampu. Hal ini menciptakan ketidakadilan dalam akses terhadap sumber air bersih di lingkungan akademik. Transisi fasilitas dasar menjadi sistem berbayar memerlukan kajian mendalam mengenai dampak sosial dan ekonomi bagi seluruh mahasiswa.
Selain masalah aksesibilitas, aspek lingkungan juga perlu menjadi perhatian. Mesin penjual air otomatis sering kali menyediakan air dalam kemasan botol plastik sekali pakai. Praktik ini berkontribusi pada peningkatan limbah plastik yang menjadi masalah lingkungan yang serius di seluruh dunia. Sebaliknya dengan dispenser air yang memungkinkan pengguna untuk menggunakan ulang botol mereka, yang jauh lebih ramah lingkungan. Kekosongan dispenser air membuat Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya secara tidak langsung berkontribusi pada peningkatan limbah plastik di kampus, yang seharusnya menjadi perhatian bersama untuk menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan sekitar. Meskipun mesin penjual air otomatis dapat memberikan pendapatan bagi institusi, manfaat finansial ini harus diimbangi dengan biaya pemeliharaan dan pengoperasian mesin tersebut juga harus dipertimbangkan. Jika pengadaan ini hanya berfokus pada keuntungan finansial, maka aspek kesejahteraan mahasiswa dan keberlanjutan lingkungan bisa terabaikan. Keputusan institusi harus didasarkan pada prinsip kesejahteraan dan keberlanjutan, memastikan kepentingan komersial tidak mendominasi kebutuhan dasar komunitas akademik.
Penulis: Muhammad Zidan Al Antony
Editor: Rayya Izana Abqariyya
Gambar: Rayya Izana Abqariyya

