Di era digital seperti sekarang ini, media sosial telah mendarah daging di kehidupan manusia termasuk masyarakat Indonesia. Jaringan Internet serta perangkat elektronik yang semakin maju ini memacu pertumbuhan pengguna media sosial sebegitu drastisnya. Menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), jumlah pengguna internet di Indonesia pada tahun 2016 mencapai 132,7 juta pengguna (51,5% dari toal jumlah penduduk Indonesia sebesar 256,2 juta).
Bahkan karena keterlekatannya zaman digital ini dengan kehidupan kita, tak jarang media sosial sering dijadikan tempat untuk curhat masalah pribadi, hingga bisa disalah artikan sebagai tempat mencari pembelaan ketika terlibat dalam perselisihan atau konflik dengan orang lain.
Media sosial hanyalah alat yang dapat membantu kita dalam mengekspresikan diri kita supaya lebih mudah dalam proses bersosialisasi di dunia nyata. Namun, karena pemahaman yang tumpul akan fungsi dan peran tersebut, banyak pengguna media sosial yang akhirnya terperangkap dengan dunianya sendiri.
Aksi-aksi meluapkan emosi di media sosial untuk mencari pembelaan dari netizen banyak didorong oleh sejumlah alasan. Dilansir The Times of India, perasaan terluka, atau kemarahan yang tak bisa terbendung lagi ketika tidak ada seseorang yang mampu memahami perasaannya. Mampu mendorong orang-orang untuk mencurahkan emosinya di media sosial mereka walaupun itu adalah cerita personal mereka. Saat kesabaran dalam diri seseorang kandas, platform-platform media sosial hadir sebagai medium perantara yang melanggengkan emosi negatif mereka.
Sebuah penelitian di Cina juga menyatakan, ungkapan kemarahan lebih cepat tersebarluaskan beberapa detik di dunia maya dibandingkan dengan emosi lain seperti kesedihan atau kegembiraan. Karakteristik atau ciri khas dari media sosial memungkingkan cepatnya respon yang diterima, sehingga dapat memicu pemilihan media sosial sebagai tempat meluapkan emosi, mencari pembelaan dan tempat mencari informasi lainnya. Ketika seseorang menuliskan pengalamannya atau permasalahannya dimedia sosial, yang diharapkan adalah seluruh mata pengikut akunnya tertuju kepadanya. Bagaikan ratu yang mencari pembelaan di negerinya sendiri.
Validasi eksternal berupa berbagai ungkapan simpati, atau dukungan hingga mencari popularitas adalah hal yang mungkin menjadi alasan yang dikejar mereka yang gemar berkisah tentang hal personalnya di media sosial. Mereka ingin mengukuhkan kubu atau mencari pembelaan untuk menjatuhkan orang lain, lantas dengan kekuatan serta dukungan yang ada penyerangan balik ke pihak terkait menjadi mampu melemahkan mental seseorang. Apalagi sikap santun rata-rata orang Indonesia cenderung memudar ketika mereka bersosialisasi di dunia maya.
Contohnya dilansir dari tirto.id, Anjasmara melaporkan salah satu warganet yang bernama Corrie Putri yang telah menghina sang istri, Dian Nitami di akun instagramnya. Sebelum melaporkan adanya kasus penghinaan fisik ini kepada kepolisian, Anjasmara telah memberi ultimatum kepada Corrie untuk mempublikasikan permintaan maafnya di media sosial dan Kompas. Ultimatum ini tak kunjung dipenuhi lantaran dia mengaku tak punya uang. Dia hanya meminta maaf lewat direct message kepada Anjasmara.
Komentar tak sopan lainnya dengan menghina fisik tidak hanya dialami oleh Dian. Beberapa waktu yang lalu, Ussy Sulistiawaty pun melaporkan seorang warganet yang bernama Noviandra karena melakukan perundungan kepada anak-anaknya. Perundungan ini telah lama diterima oleh Ussy hingga membuat salah satu putrinya menolak makan demi mendapatkan tubuh yang ideal.
Media sosial memanglah menawarkan kemenarikan dalam membagikan pendapat mereka. Untuk memuaskan kebutuhan berinteraksi ini, tak sedikit orang yang lebih memilih membuat akun palsu. Dengan anonimitas, orang merasa aman untuk mengekspresikan diri mereka meski tak sopan.
Media sosial berperan sebagai wadah katarsis ketika orang sedang mengalami emosi-emsoi tertentu. Menyalurkan isi kepala dan perasaan memang menjadi jalan yang positif bagi kesehatan jiwa kita. Akan tetapi, hal ini malah berujung fatal ketika respoden bertindak diluar kendali dengan kecaman-kecaman buruknya. Bumerang ini bisa jadi senjata makan tuan, ketika reaksi masyarakat luas jauh dari kata yang diharapkan.
Dalam bermedia sosial alangkah baiknya diperlukan etika dan kesantunan, pakailah bahasa yang sopan serta santun dalam bersosialisasi di dunia maya. Kemudian hargai privasi seseorang ketika kita tak sengaja mengamati langsung sebuah kejadian atau permasalahan di depan mata dengan tidak memvideo kejadian tersebut. Terkadang kita lalai denga apa yang kita lakukan, kita siap bertindak tapi tidak mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Hindari membuat atau memposting dan menberi komentar yang dapat dianggap sebagai hasutan menyebarkan kebencian atau permusuhan baik itu kepada seseorang atau suatu kelompok tertentu. Pikir dahulu sebelum memposting, kira-kira apa saja konsekuensi dari sesuatu yang akan diposting. Amankah atau malah menjadi potensi bahaya bagi diri sendiri maupun orang lain. Disinilah pentingnya mempertimbangkan akan banyaknya dampak positif atau banyak efek merugikan yang akan muncul nantinya.
Karena banyak terjadinya kasus-kasus seperti ini, menurut kabar yang beredar kejadian ini menarik perhatian Presiden Republik Indonesia, Bapak Jokowi mulai mengeluhkan hilangnya identitas dan nilai ke-Indonesiaan, seperti sopan santun, saling menghormati privasi orang lain dan lainnya. Presiden mengungkapkan rasa kesedihannya terhadap perilaku anak bangsa yang sering tercermin dalam media sosial.
Media sosial telah menjadi kebutuhan baru dalam kehidupan manusia zaman sekarang. Dengan demikian, penulis harap semoga masyarakat bisa bijak dalam bermedia sosial. Untuk itulah masyarakat harus mampu berpikir lebih kreatif untuk mengekploitasi kelebihan-kelebihan dari media sosial daripada menjadikan media sosial sebagai senjata untuk menjatuhkan orang lain.
Penulis : Melisa Nur’aini
Ilustrasi : Melisa Nur’aini
Editor : Shanti Ruri Pratiwi
Sumber Referensi:
https://amp.tirto.id/mengapa-orang-curhat-di-media-sosial-cB2t
https://news.detik.com/kolom/d-3943017/waras-bermedia-sosial
https://mmc.tirto.id/image/2017/12/20/mengapa-kita-suka-curhat-di-media-sosial–mild–rangga-01.jpg
https://tirto.id/kasus-anjasmara-kenapa-orang-cenderung-tak-sopan-di-media-sosial-ddas