Site icon Persmacanopy.com

Pentas Teater Soliloquy: Cerita Cinta Hari Ini

Pentas teater bersama Soliloquy bertajuk “Cerita cinta hari ini: Sebuah eksplorasi sejarah individu, dominasi media dan kekerasan”. Pementasan tersebut digelar pada minggu malam (11/12), di Laboraturium Drama Gedung E6, Lantai 2, Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang. Foto: Alif/CANOPY
Pentas teater bersama Soliloquy bertajuk “Cerita cinta hari ini: Sebuah eksplorasi sejarah individu, dominasi media dan kekerasan”. Pementasan tersebut digelar pada minggu malam (11/12), di Laboraturium Drama Gedung E6, Lantai 2, Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang. Foto: Alif/CANOPY

 

Setelah hari sebelumnya sudah kali kedua pentas teater ini digelar, pentas tadi merupakan pentas ketiga sekaligus yang terakhir. Total ada sekitar 200 pengunjung yang menyempatkan hadir.

 

Malang, CANOPY – “Aku ingin ada pesawat jatuh ke rumahku, dan meledak. Lalu semua orang yang aku cintai, mati” adalah sepenggal dialog atau lebih tepatnya kutipan sederhana yang muncul dalam pementasan teater bersama Soliloquy yang bertajuk “Cerita cinta hari ini”. Pementasan tersebut digelar pada minggu malam (11/12), di Laboraturium Drama Gedung E6, Lantai 2, Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang.

Pementasan yang disutradarai oleh Doni Kus Indarto ini diselenggarakan atas beberapa kerjasama selain oleh Teater Ruang Karakter, juga bersama Teater Komunitas, Malang. Sebuah eksplorasi sejarah individu, dominasi media dan kekerasan merupakan tema yang diambil.

“Sebagian besar ceritanya mengenai pengalaman pribadi teman-teman sendiri, tidak ada naskah, jalan ceritanya mengalir saja. Kita kupas, lalu kita dalami, lalu dipentaskan,” ujar Lilis Nur Hidayati, selaku pimpinan produksi.

Di awal alur cerita begitu lekat diceritakan beberapa karakter pemain yang seakan frustasi akan sejarah kehidupan yang pernah dialami. Ada beberapa yang sempat mengalami kekerasan dalam keluarga, ketidakbahagiaan dalam keluarga hingga kisah roman percintaan yang bertepuk sebelah tangan.

“Pembunuh adalah korban! Pembunuh adalah korban!” sebagian alur cerita yang coba dijelaskan Yuniar Resti, salah satu pemeran.

Selain mengeksplorasi cerita tentang sejarah individu, pementasan ini juga diwarnai kisah mengenai dominasi media dan kekerasan dalam keluarga. Muatan-muatan tentang kehadiran televisi dan telepon genggam juga dihadirkan.

“Manusia sekarang (hidup, red) sangat didominasi media,” tambah Lilis.

Namun disamping itu, ada banyak nilai baik yang coba disampaikan dari pementasan teater ini. “Penerimaan diri,” tukas Lilis lagi. Menurutnya, bagaimanapun kondisi kita, akan sangat lebih baik dan akan bisa menghadapi hidup ini kedepan jikalau kita bisa menerima kondisinya saat ini, apapun itu.

“Walaupun punya keterbatasan, ketidakbahagiaan keluarga, tetap menerima hidup sendiri dan bersyukur,” tambah alumni Sastra Inggris, UM tersebut.

 

Do’a Untuk Aceh

Selain pementasan yang dimulai pukul 7 malam itu, penyelenggara juga menyempatkan waktu berdoa bersama untuk mendoakan warga yang sedang tertimpa bencana gempa di Aceh sebelum pentas digelar. “Itu kan yang terjadi akhir-akhir ini, jadi mumpung ramai, kita sama-sama berdoa,” pungkas Lilis. (anr)

Exit mobile version