Perambatan Hutan Adat oleh PT Indo Asiana Lestari, Suku Awyu dan Moi Terancam

Papua dan Papua Barat merupakan wilayah yang kaya akan sumber daya alam, termasuk hutan konservasi yang luas. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), di Papua terdapat 6,73 juta hektare hutan konservasi sementara di Papua Barat terdapat 1,71 juta hektare.

Perambatan hutan adat milik suku Awyu dan Moi oleh PT Indo Asiana Lestari telah menimbulkan ketegangan dan kekhawatiran mendalam di kalangan masyarakat adat. Hutan yang selama ini menjadi sumber kehidupan dan bagian integral dari identitas budaya mereka kini terancam oleh kegiatan perusahaan yang bergerak di sektor perkebunan dan kehutanan.

Dilansir dari Kompas.com, Jumat (31/05/2024), hutan suku Awyu telah dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit terbesar di Indonesia melalui Proyek Tanah Merah. Konflik ini tidak hanya mempengaruhi ekosistem lokal, tetapi juga memicu isu hak asasi manusia dan keberlanjutan lingkungan di wilayah tersebut. Masyarakat adat suku Awyu sangat terganggu dengan kehilangan hutan adat mereka yang tidak hanya menjadi sumber kehidupan, tetapi juga bagian penting dari identitas budaya mereka.

Dilansir dari tirto.id, suku Awyu merupakan masyarakat adat yang berasal dari Boven Digoel, Papua Selatan, sedangkan suku Moi datang dari Sorong, Papua Barat Daya. Mereka adalah dua suku asal Papua yang sedang terlibat perkara hukum dengan PT Indo Asiana Lestari (IAL). PT IAL dikatakan menguasai izin lingkungan dengan luas 36.094 hektare. Masalahnya, izin lahan yang dikatongi perusahaan tersebut berada di kawasan hutan adat milik suku Awyu atau tepatnya hutan adat marga Woro.

Hendrikus Woro mewakili suku Awyu menyatakan bahwa mereka meminta Mahkamah Agung (MA) agar segera memulihkan hak-haknya. Mereka datang menempuh jarak yang jauh, rumit, dan mahal dari Tanah Papua ke Ibukota Jakarta untuk meminta MA memulihkan hak-hak yang seharusnya mereka dapatkan. Hak tersebut merupakan hak yang dirampas sehingga mereka mengajukan permohonan untuk pembatalan izin perusahaan sawit yang tengah mereka lawan untuk saat ini.

Keberadaan perusahaan sawit PT Indo Asiana Lestari akan merusak hutan. Padahal, hutan menjadi sumber penghidupan, pangan, air, obat-obatan, budaya, dan pengetahuan bagi masyarakat adat Awyu dan Moi. Hutan tersebut juga menjadi habitat bagi flora dan fauna endemik Papua. Bahkan, hutan juga menjadi penyimpan cadangan karbon dalam jumlah yang besar.

Operasi PT Indo Asiana Lestari dikhawatirkan dapat memicu deforestasi yang akan melepas 25 juta ton CO2 ke atmosfer dan memperparah dampak krisis iklim di tanah air. “Kami meminta Mahkamah Agung cermat memeriksa perkara gugatan suku Awyu dan Moi, melihat kepentingan pelindungan lingkungan dan hak-hak masyarakat adat, serta mengeluarkan putusan kemenangan untuk suku Awyu dan Moi,” ujar anggota tim kuasa hukum suku Awyu dan Moi dari Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, Tigor Hutapea pada hari Jum’at (31/05/2024).

Menurut Tigor, majelis hakim perlu mengedepankan aspek keadilan lingkungan dan iklim. Aspek tersebut tidak hanya berdampak pada suku Awyu dan suku Moi, melainkan masyarakat Indonesia lainnya juga akan merasakan dampak dari permasalahan tersebut.

#AllEyesOnPapua

 

Penulis: Ika Ayumelia

Editor: Danendra Reza

Sumber gambar: Kompas.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Maaf konten ini merupakan hak cipta kami. Untuk menduplikasi karya ini dapat menghubungi kami di redaksi@persmacanopy.com