Malang, Canopy – Empat pilar penting pada Revolusi Hijau di Indonesia adalah penyediaan air melalui irigasi, penggunaan varietas unggul, penggunaan pupuk anorganik dan penggunaan pestisida sesuai tingkat serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Penggunaan pestisida inilah yang menimbulkan dampak signifikan terhadap lingkungan.
Dr. Ir. Mintarto Martosudiro, MS. Dosen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya (FP UB) mengatakan, penggunaan pestisida yang berlebihan mengakibatkan dampak yang merugikan terhadap OPT dan menyebabkan resistensi kekebalan OPT, OPT sekunder, dan mengakibatkan gangguan kesehatan. Menurut Mintarto, banyak sekali dampak negatif jika dibandingkan dengan dampak positif.
“Pestisida sintetik menimbulkan berbagai macam dampak yang merugikan terhadap ekosistem khususnya terhadap OPT. Hal tersebut menyebabkan berbagai macam kasus seperti OPT menjadi resisten terhadap pestisida sintetik, munculnya hama sekunder dan efek negatif terhadap kesehatan,” ujarnya. sedangkan dampak negatif yang ditimbulkan oleh pupuk anorganik adalah membuat tanah menjadi pejal serta menganggu kehidupan organisme makro atau pun mikro dalam tanah.
Efek Revolusi Hijau saat ini masih kuat di kalangan petani Indonesia. Menurutnya tidak mudah menghilangkan pestisida minded, butuh waktu lama untuk menghilangkan mentalitas yang seperti itu. Tidak mudah untuk membangun pertanian sustainable di kalangan petani Indonesia.
Saat ini, ada beberapa kelompok tani yang sudah mulai mengurangi penggunaan pupuk anorganik dan pestisida sintetik. Penggunaan pupuk anorganik serta pestisida sintetik diganti dengan pupuk organik dan pestisida nabati yang ramah lingkungan.
“Nah, sekarang sudah mulai kelompok tani yang dulu pernga dilatih sekolah lapangan Pengendalian Hama Terpadu. Mereka cukup sdar terhadap dampak pestisida sintetik. Mereka banyak meramu sendiri pestisida nabati seperti halnya jamu, Mereka mengganti dari pestisida organik menjadi organik,” tuturnya.
Dari situlah Mintarto berharap bahwa mahasiswa pertanian dapat menjadi agent of change di lapangan. “Mahasiswa pertanian yang lulus dengan idealisme pertanian di tengah masyarakat itu semakin lama akan mengikis mentalitas revolusi hijau di masyarakat. Masing-masing di perguruan tinggi menanamkan idealisme pertanian berlanjut dan inilah yang diharapkan dapat mengikis mentalitas revolusi hijau mengenai pestisida minded, pupuk anorganik minded, yang sebenarnya kita bisa menghindarinya,” terangnya.
Artikel ini telah diterbitkan dalam cetakan buletin CA’PONY edisi VI – 22 April 2015 “Bumi Hari Ini”
Reporter : Tian Anggita W, Desy Fitri Fajar U, Niswatin H