Kota Malang Tanpa Lahan Pertanian?
Sektor pertanian yang seharusnya dapat menopang perekonomian yang ada di kota Malang, justru setiap tahunnya tidak menunjukkan peningkatan hasil yang signifikan dan cenderung mengalami penurunan dan dianggap tidak menjadi bagian dari LP2B yang diterapkan di Propinsi Jawa Timur.
Sektor penyokong roda perekomian selain perdagangan, perindustrian, juga ada sektor pertanian. Menurut data yang dirilis oleh Dinas Pertanian Kota Malang, luasan lahan pertanian tahun 2012 seluas 1.231 Ha. Dari tahun ketahun luas lahan pertanian yang ada di kota Malang terus mengalami penyempitan. Pada tahun 2010 luas lahan pertanian 1.400 Ha dan tahun 2011 menjadi 1300 Ha.
Hasil produksi padi kota Malang dengan luas lahan pertaniannya 1.231 Ha, Per hektarnya mampu menghasilkan 1,8 ton padi. Padahal sesuai data dari Biro Pusat Statistik (BPS) kebutuhan beras per kapita per tahun sebanyak 125 Kg. Melihat jumlah penduduk kota Malang tahun 2014 menurut data dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (DISPENDUKCAPIL) sebanyak 849.667 Jiwa, maka produksi beras yang harus tersedia masih sangat kurang.
Sekretaris Dinas Pertanian Kota Malang, Yudi Broto menuturkan bahwa untuk menutupi kekurangan beras Kota Malang, pihak dinas memasok beras dari daerah lain dan juga dari kabupaten Malang sendiri. Menurutnya, semakin
menyempitnya lahan pertanian berdampak pada menurunnya hasil produksi padi.
“Kecenderungannya lahan pertanian yang ada di kota Malang setiap tahunnya mengalami penyempitan, dan memang sangat tidak memungkinkan untuk dapat diperluas,” tuturnya. Yudi juga mengatakan bahwa penyebab dari penyempitan lahan itu karena memang lahannya berada di wilayah perkotaan, kemudian alih fungsi menjadi lahan perumahan.
Meniadakan Lahan Pertanian
Dari hasil wawancara dengan ketua Bidang Tata Kota Malang, Diah Kurnia Sari mengungkapkan, berdasarkan arahan dari Gubernur Jawa Timur, lahan pertanian yang ada di kota Malang akan ditiadakan. Hal ini disebabkan lahan pertanian yang ada di kota Malang sulit untuk dipertahankan keberadaannya. “Karena lahan pertanian kota Malang tidak termasuk dalam golongan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) propinsi Jawa Timur,” tegasnya.
Menanggapi masalah tersebut, Yudi Broto menuturkan bahwa dalam rangka ketahanan pangan lahan sawah harus tetap ada. “Sawah itu harus tetap ada, karena kalau tidak ada sawah, kita mau makan dari mana? Ini juga demi kedaulatan pangan,” tutur Yudi kepada reporter CANOPY ketika ditemui di kantornya. Menurutnya, Dinas Pertanian dan Bidang Tata Kota Malang sebenarnya sudah berkordinasi mengenai LP2B tersebut.
Yudi menerangkan, pada dasarnya LP2B yang diterapkan oleh gubernur tersebut pada tingkatan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi, bukan per kota yang ada di Jawa Timur. Dengan pertimbangan adanya lahan persawahan di kota Malang itu sedikit dan padat, gubernur menganggap bahwa sawah yang ada tersebut tidak dapat dipertahankan lagi. Maka dari itu dianggaplah lahan pertanian di Malang ditiadakan.
“Kalau memang lahan sawah di kota Malang ini ingin tetap bisa dipertahankan, maka pemerintah harus memberikan insentif kepada pemilik lahan tersebut. Kemungkinan besar para pemilik lahan tidak mau mempertahankan lahan sawahnya, dikarenakan jika dialihkan menjadi non pertanian keuntungan yang didapatkan akan lebih besar. Seperti contoh dijadikan perumahan atau tempat bisnis niaga yang akan lebih mengahasilkan untung besar dibanding hasil dari persawahan. Hal itulah yang menyebabkan kenapa lahan pertanian di Malang ini susah dipertahankan,” tegas Yudi.
Harus ada solusi
Menurut pakar dibidang pertanian, Prof. Dr. Ir. Syekhfani, MS. selaku dosen di Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya berpendapat, jika memang lahan pertanian yang ada di kota Malang ini ingin ditiadakan, maka untuk kesejahteraan pangan harus tetap dipikirkan. “Jika memang lahan pertanian ditiadakan, lalu kita mau makan dari mana lagi? Selain itu, kebijakan yang dibuat oleh pemerintah itu harus benar-benar tidak merugikan banyak pihak entah dari pihak pembuat kebijakan itu sendiri maupun rakyat yang menerima langsung dampak penerapan kebijakan tersebut,” tutur Syekhfani.
Sedangkan dari pihak Dinas Pertanian kota Malang menuturkan, strategi yang dapat dilakukan untuk mengurangi penyempitan lahan pertanian yang ada dikota Malang adalah dengan sistem perizinan alih fungsi lahan yang harus dipersulit, artinya jika ada masyarakat yang akan melakukan peralihan lahan dari lahan pertanian menjadi non pertanian jangan dengan mudahnya diterima atau diijinkan.
Untuk itu, syarat-syarat yang dibutuhkan untuk mengalihfungsikan lahan tersebut harus benar-benar sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) tingkat kota. Selain itu, karena sektor pertanian tidak hanya terpaku masalah hasil produksi saja, maka dari masalah yang lain seperti pengolahan pasca panen, cara pemasaran hasil produksi pangan juga harus dimaksimalkan.
Reporter: Nanang Wahyu Prajaka