Din Minimi, Amnesti dan Citra Bangsa
Oleh : Kumala Dewi*
Beberapa waktu lalu, tentu kita mendengar nama Din Minimi alias Nurdin Ismail, seorang pimpinan kelompok bersenjata di Aceh yang turun gunung pada 28 Desember 2015. Din Minimi menjadi seseorang yang paling dicari di Aceh setelah serangkaian kasus yang melibatkan kelompok bersenjata yang dipimpinnya. Berdasarkan data Polda Aceh, ada 14 kasus kriminal dengan jumlah korban 17 orang, dua di antaranya meninggal dunia yang terjadi di beberapa wilayah Aceh seperti Aceh Utara, Aceh Timur, dan Lhokseumawe. Dalam serangkaian kasus tersebut, Din Minimi hidup dalam pelariannya di hutan bersama kelompoknya.
Din Minimi adalah warga negara Indonesia yang menyuarakan suara pembaharuannya terhadap bangsa melalui aksi-aksi yang ia buat bersama kelompoknya. Dia anak dari Ismail Minimi, pejuang Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Din Minimi mengaku menjalankan aksinya untuk menyejahterakan rakyat Aceh terutama kaum yatim, anak, golongan tua, dan janda setelah adanya kisruh keamanan yang selama ini terjadi. Setelah penyerahan diri yang ia dan kelompoknya lakukan, ada enam tuntutan yang ia ajukan kepada Presiden Joko Widodo, yaitu Lanjutkan proses reintegrasi, Kesejahteraan para janda korban dan mantan GAM dijamin oleh pemerintah, Kesejahteraan anak-anak yatim piatu korban dan keluarga mantan GAM dijamin kepastiannya oleh pemerintah, KPK menyelidiki dugaan penyelewengan dana APBD oleh Pemda Aceh, Ada pemantau independen dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Aceh pada 2017, Pemberian amnesti kepada seluruh anggota kelompok Din Minimi yang menyerahkan diri.
Keputusan Kelompok bersenjata Din Minimi untuk menyerahkan diri patut diapresiasi, mereka menjadi bentuk representatif dari sinergisme kerja BIN, TNI, dan Polri dalam menjaga keamanan bangsa. Citra bangsa akan terlihat saat keputusan Presiden diumumkan, setelah serangkaian peristiwa dan latar belakang misi yang dilakukan oleh Kelompok Din Minimi apakah amnesti dan tuntutan lainnya akan dipenuhi? Kita tunggu saja sembari bercermin pada keadaan lingkungan kita, bahwa pada dasarnya semua orang ingin kedamaian dan kesejahteraan, hal ini akan sulit didapat apabila kita berada dalam kondisi tercekam, keputusan gelap mata dan tergesa-gesa hanya akan mengantarkan pada kekacauan dan kehancuran.
*Mahasiswa FP UB, Agroekoteknologi 2014