Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya (FP UB) merupakan salah satu fakultas dengan status akreditasi unggul di lingkungan Universitas Brawijaya. Status ini bukan sekadar predikat semata, tetapi mencerminkan bahwa fakultas tersebut telah memenuhi standar mutu pendidikan tinggi yang telah ditetapkan oleh lembaga akreditasi nasional. Dengan demikian, akreditasi unggul seharusnya menjadi jaminan bahwa kualitas proses belajar mengajar, termasuk ketersediaan dan kelayakan fasilitas penunjang, telah berada dalam kondisi yang prima dan sesuai standar.
Secara umum, fasilitas yang tersedia di FP UB memang cukup bervariasi dan terlihat telah disesuaikan dengan kebutuhan civitas akademika. Mulai dari sarana dasar yang mendukung kegiatan pembelajaran seperti kursi dan meja, pendingin ruangan (AC) di setiap ruang kelas, hingga ketersediaan dispenser air minum di setiap lantai gedung sentral. Fasilitas lain yang tidak kalah penting adalah fasilitas yang berkaitan dengan aspek keamanan, keselamatan, kesehatan, dan lingkungan (K3L), yang menjadi bagian dari tata kelola kampus modern. Semua ini menunjukkan bahwa secara administratif dan fisik, kampus telah berupaya menyediakan lingkungan belajar yang mendukung kegiatan akademik.
Namun demikian, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa sebagian dari fasilitas tersebut tidak berfungsi secara optimal. Salah satu contoh paling mencolok adalah tidak berfungsinya pendingin ruangan di beberapa kelas, khususnya yang berada di lantai dua dan tiga gedung sentral. Pendingin ruangan yang rusak atau tidak bekerja secara maksimal dapat menyebabkan ruangan menjadi panas dan pengap. Suasana kelas yang tidak nyaman seperti ini tentu berdampak negatif terhadap konsentrasi mahasiswa dan dosen dalam proses belajar mengajar. Akibatnya, kegiatan akademik menjadi tidak kondusif dan cenderung menurunkan kualitas penyampaian materi.
Selain itu, permasalahan lain yang sering ditemui adalah keberadaan kursi-kursi yang rusak. Jenis kerusakannya bervariasi, mulai dari baut yang kendor, sandaran kursi yang tidak stabil, hingga kaki kursi yang miring. Meskipun jumlah kursi yang rusak tidak terlalu banyak dan belum mencapai tingkat yang mengkhawatirkan, namun tetap saja kondisi ini berpengaruh terhadap kenyamanan fisik mahasiswa selama berada di kelas. Duduk selama lebih dari satu jam dalam posisi yang tidak nyaman akibat kursi yang tidak layak dapat menimbulkan rasa lelah, nyeri punggung, dan bahkan menurunkan semangat serta konsentrasi belajar.
Kondisi semacam ini menimbulkan pertanyaan mendasar, bagaimana mungkin kampus dengan akreditasi unggul membiarkan permasalahan fasilitas terus berlanjut tanpa adanya tindakan nyata dan berkelanjutan? Apakah akreditasi hanya menjadi simbol administratif tanpa diimbangi dengan perawatan dan pengawasan terhadap aspek yang mendukung mutu pendidikan secara langsung?
Fasilitas belajar adalah elemen penting yang berpengaruh terhadap mutu pendidikan. Tanpa adanya sarana yang layak dan dapat berfungsi secara optimal, proses pembelajaran tidak dapat berlangsung secara maksimal. Lingkungan belajar yang nyaman dan aman adalah prasyarat dasar agar proses transfer pengetahuan dan pembentukan karakter dapat terjadi dengan efektif. Oleh karena itu, perhatian terhadap pemeliharaan fasilitas kampus tidak boleh dianggap remeh atau diabaikan. Justru di sinilah makna sejati dari akreditasi diuji bukan sekadar formalitas, tetapi kesungguhan untuk memberikan yang terbaik bagi seluruh elemen kampus.
Sudah saatnya pihak kampus, dalam hal ini pengelola Fakultas Pertanian, melakukan introspeksi secara menyeluruh. Status akreditasi unggul seharusnya menjadi pemicu semangat untuk terus memperbaiki dan meningkatkan mutu pelayanan pendidikan, termasuk dalam hal penyediaan dan perawatan sarana prasarana. Pendingin ruangan yang tidak berfungsi, kursi rusak, atau bahkan dispenser yang kehabisan air bukanlah masalah besar jika ditangani dengan cepat dan tepat. Yang dibutuhkan bukanlah inovasi rumit atau biaya tinggi, melainkan komitmen dan kepedulian dari seluruh pihak terkait.
Komitmen ini mencakup penyusunan sistem pengawasan fasilitas yang lebih responsif, pelaporan kerusakan yang mudah diakses, serta adanya tim teknis yang siaga menangani permasalahan teknis secara rutin. Fakultas bisa memanfaatkan teknologi informasi, misalnya melalui aplikasi atau form online, untuk mempermudah pelaporan dan pendataan kerusakan. Dengan langkah-langkah kecil namun konsisten ini, keluhan mahasiswa terhadap fasilitas dapat diminimalkan dan kualitas pembelajaran dapat terus dijaga.
Lebih jauh lagi, perbaikan fasilitas kampus bukan hanya soal kenyamanan fisik semata, tetapi juga berkaitan dengan penghargaan terhadap hak mahasiswa sebagai bagian dari komunitas akademik. Ketika mahasiswa merasa didengar dan diperhatikan kebutuhannya, akan tercipta rasa memiliki yang lebih besar terhadap institusi. Hal ini dapat berdampak pada meningkatnya partisipasi aktif dalam kegiatan akademik maupun non-akademik, yang pada akhirnya juga akan mengangkat reputasi fakultas itu sendiri. Reputasi yang kuat tidak dibangun dalam semalam, tetapi dari perhatian terhadap detail yang sering dianggap sepele.
Penting untuk disadari bahwa mahasiswa bukanlah pihak yang menuntut kemewahan. Mereka tidak menuntut ruang kelas dengan interior mewah atau fasilitas yang berlebihan. Yang mereka harapkan hanyalah kenyamanan dan keamanan selama mengikuti kegiatan akademik. Sebab pada akhirnya, pendidikan bukan hanya tentang penguasaan teori dan administrasi, tetapi juga tentang bagaimana menciptakan pengalaman belajar yang bermutu, bermakna, dan berkesan.
Maka dari itu, menjaga kualitas fasilitas pembelajaran adalah bentuk tanggung jawab moral dan profesional dari institusi pendidikan. Kampus bukan hanya tempat belajar, tetapi juga ruang tumbuh bagi generasi penerus bangsa. Melalui lingkungan yang mendukung, pendidikan akan mampu menanamkan nilai, mencetak prestasi, dan menciptakan perubahan positif di masyarakat.
Penulis: Imma Nastiti Indra Sari
Editor: Muhammad Ihza Ezra Saputra
Gambar: Muhammad Ihza Ezra Saputra
Leave a Reply