Makan Siang dan Susu Gratis Jalan atau Jangan?

Pesta Politik Indonesia pada tahun 2024 dapat dikatakan cukup panas dan sengit. Tahun ini terdapat tiga pasangan capres dan cawapres yang siap beradu visi, misi, serta program andalan mereka untuk meraup suara rakyat dalam pemilu. Pasangan capres dan cawapres tersebut diantaranya Anies Rasyid Baswedan-Muhaimin Iskandar dengan nomor urut satu, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dengan nomor urut dua, dan Ganjar Pranowo-Mahfud M.D dengan nomor urut tiga. Salah satu gagasan kontroversial dan sering dibicarakan khalayak ramai adalah program makan siang dan susu gratis dari pasangan nomor urut dua, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, yang telah ditetapkan sebagai calon presiden dan wakil presiden terpilih 2024-2029 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 20 Maret lalu.

Cetusan program tersebut berkaitan dengan kasus stunting di Indonesia yang cukup tinggi. Stunting merupakan gangguan tumbuh kembang pada balita akibat kekurangan gizi jangka panjang yang dapat terjadi sejak anak dalam kandungan hingga berusia 24 bulan (Hasanah et al., 2023). Tanda terjadinya stunting dapat berupa penurunan pertumbuhan fisik seperti tinggi badan, mental, kognitif, dan intelektual anak. Data Kementerian Kesehatan berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) menyebutkan bahwa angka stunting di Indonesia sebesar 21,6% pada tahun 2022 yang masih di bawah standar WHO (<20%). Salah satu upaya Prabowo-Gibran dalam menurunkan angka stunting adalah dengan perbaikan gizi ibu hamil dan balita melalui program makan siang dan susu gratis. Namun, terdapat berbagai perdebatan terhadap gagasan tersebut, salah satunya tentang anggarannya yang cukup besar.

Anggaran untuk program makan siang dan susu gratis dinilai membutuhkan investasi besar. Dikutip dari detik.com, Wakil Ketua Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Budiman Sudjatmiko, menyebutkan bahwa program makan siang dan susu gratis ini dapat menelan biaya sekitar Rp 450 triliun per tahun dengan estimasi Rp 100-120 triliun pada tahun pertama pemerintahan serta menargetkan 82,9 juta anak sekolah dan pesantren di seluruh Indonesia. Budiman menegaskan bahwa program ini akan menggunakan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tanpa sumber lain, namun dapat dikurangi 40-50% dengan memanfaatkan dana untuk menyiapkan sumber bahan pangan daripada makanan jadi. Meskipun dapat ditekan, hal ini dapat menyebabkan defisit anggaran jika tidak diimbangi dengan peningkatan pendapatan atau efisiensi pengeluaran di sektor lain terutama pertanian.

Kesuksesan program makan siang dan susu gratis ini bergantung pada keberhasilan sektor pertanian dalam memproduksi pangan berkualitas tinggi dan bernutrisi. Jika sektor pertanian dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil pertanian, maka ketersediaan pangan yang cukup dan bergizi akan terpenuhi, kemudian berpengaruh positif pada status gizi dan pertumbuhan anak-anak. Peningkatan keterampilan petani, pengelolaan sumber daya alam, perbaikan infrastruktur pertanian, dan peningkatan kesejahteraan petani juga berpengaruh besar, karena petani akan lebih mampu mengelola pertanian secara efisien serta mengeluarkan produk pangan yang lebih baik dan beragam sehingga tercipta ketahanan pangan yang ideal.

Ketahanan pangan merupakan salah satu aspek penting dalam ekonomi pembangunan pertanian dimana hal tersebut merujuk pada kondisi pemenuhan kebutuhan pangan dari tingkat nasional hingga individu yang tercermin dari jumlah yang memadai, kualitas yang baik, aman, beragam, bergizi, merata, dan dapat dijangkau (Damanik, 2016). Dilansir dari cnbcindonesia.com, berdasarkan Global Food Security Index (GFSI) tahun 2022, ketahanan pangan Indonesia berada di peringkat 63 dari 113 negara dengan skor akhir 60,2 yang masih berada di bawah rata-rata global (62,2) dan Asia Pasifik (63,4). GFSI mengukur ketahanan pangan dari empat indikator utama dimana Indonesia mendapat skor tinggi dalam keterjangkauan harga pangan (81,4), namun ketersediaan pasokan (50,9), kualitas nutrisi (56,2), dan keberlanjutan serta adaptasi (46,3) dinilai masih kurang baik dan lebih rendah dibanding rata-rata Asia Pasifik.

Melihat berbagai situasi sebelumnya, Bhima Yudhistira, Founder dan Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) selaku ekonom yang bersumber dari inilah.com, menyarankan agar alokasi anggaran untuk program makan siang gratis tidak terlalu besar dan lebih difokuskan pada ketahanan pangan, perbaikan sektor hulu pertanian dengan penyediaan subsidi pupuk dan bantuan subsidi bunga untuk pertanian, infrastruktur pertanian seperti irigasi, serta riset pertanian.

Dibalik dari berbagai kontroversinya, program makan siang dan susu gratis ini dapat mencapai kesuksesan apabila tepat sasaran dan melibatkan sektor ekonomi pertanian lokal sehingga menghasilkan multiplier effect. Konsep multiplier effect menggambarkan sejauh mana pendapatan nasional berubah sebagai akibat dari perubahan pengeluaran agregat (Putra et al., 2019). Distribusi program ini harus selektif agar APBN dapat menanggungnya serta memberi manfaat signifikan. Sementara itu, multiplier effect program ini terhadap pertumbuhan ekonomi dapat terwujud melalui pelibatan berbagai pihak seperti masyarakat dan UMKM terutama di bidang pangan yang dilakukan secara terbuka. Pihak-pihak tersebut dapat berasal dari para pelaku pertanian lokal mulai dari petani dan peternak, ibu rumah tangga, usaha katering, distributor makanan, dan pihak lainnya yang nantinya memutar perekonomian nasional secara masif serta menciptakan lapangan kerja baru.

 

Sumber:

Damanik, S. 2016. Keterkaitan Ketahanan Pangan dengan Kemiskinan Berdasarkan Implementasi Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia. Economics Development Analysis Journal, 5(1), 38-47.

Ekonom Sarankan Prabowo-Gibran Dahulukan Ketahanan Pangan Ketimbang Makan Siang Gratis. https://www.inilah.com/ekonom-sarankan-prabowo-gibran-dahulukan-ketahanan-pangan-ketimbang-makan-siang-gratis. Diakses pada 12 Maret 2024.

Hasanah, R., Aryani, F., dan Effendi, B. 2023. Pemberdayaan Masyarakat dalam Pencegahan Stunting pada Anak Balita. Jurnal Masyarakat Madani Indonesia, 2(1), 1-6.

Prevalensi Stunting di Indonesia Turun ke 21,6% dari 24,4%. https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20230125/3142280/prevalensi-stunting-di-indonesia-turun-ke-216-dari-244/. Diakses pada 11 Maret 2024.

Program Makan Siang dan Susu Gratis Dibahas Rapat Kabinet Hari Ini. https://www.detik.com/sumbagsel/berita/d-7211962/program-makan-siang-dan-susu-gratis-dibahas-rapat-kabinet-hari-ini. Diakses pada 11 Maret 2024.

Putra, A. P., Wijayanti, T., dan Prasetyo, J. S. 2019. Analisis Dampak Berganda (Multiplier Effect) Objek Wisata Pantai Watu Dodol Banyuwangi. Journal of Tourism and Creativity, 1(2).

Soal Ketahanan Pangan, Indonesia Berada di Urutan 69 Dunia! https://www.cnbcindonesia.com/research/20230126081433-128-408319/soal-ketahanan-pangan-indonesia-berada-di-urutan-69-dunia. Diakses pada 12 Maret 2024.

 

Penulis: Danendra Reza

Ilustrator: Danendra Reza

Editor: Nisrina Marlita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Maaf konten ini merupakan hak cipta kami. Untuk menduplikasi karya ini dapat menghubungi kami di redaksi@persmacanopy.com