Diskusi dan Bedah Film “Lakardowo Mencari Keadilan”
Malang-canopy (21/7). Tiga hari yang lalu, Sabtu 18 Juli 2020, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (FH UNS) mengadakan diskusi dan bedah film dokumenter “Lakardowo Mencari Keadilan” karya Linda Nursanti. Diskusi yang diadakan melalui aplikasi zoom ini dilaksanakan pukul 19.00 WIB dengan pemateri diantaranya adalah Dr. Albertus Sentot Sudarwanto S.H., M.H. yakni sebagai dosen hukum lingkungan FH UNS, Heru Siswoyo, sebagai aktivis Pendowo Bangkit (Organisasi Masyarakat Desa Lakardowo), dan Linda Nursanti sendiri sebagai Sutradara dari film dokumenter yang akan dibahas.
Film dokumenter ini merupakan film yang mendokumentasikan perjuangan warga Desa Lakardowo melawan PT. Putra Restu Ibu Abadi (PT. PRIA) yang diduga mencemari air di desa tersebut akibat aktivitas penimbunan limbah B3 yang dilakukan oleh perusahaan tersebut. Film ini telah diunggah di youtube oleh chanel Paradoc Film dengan durasi 1 jam dan telah ditonton sebanyak 50 ribu kali.
Diskusi yang diikuti oleh puluhan orang dari berbagai kalangan ini diawali dengan pemutaran film, namun hanya potongan-potongannya saja, setelahnya dilanjut ke pemateri pertama oleh Dr. Albertus Sentot Sudarwanto S.H., M.H. yang membahas dari segi hukum lingkungan yang dikuasainya. Beliau mengawali materinya dengan menunjukkan dasar hukum lingkungan, yakni Pasal 28 H Ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesejahteraan” dengan UU turunannya yakni UU No. 32 tahun 2004 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, PP No. 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, PP No. 101 tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Setelah memaparkan dasar hukum lingkungan, Dr. Sentot mengulas kasus Lakardowo tersebut, ia mempertanyakan izin lingkungan yang didapat oleh PT. PRIA didapat jauh dari tahun ia beroprasi
“PT. PRIA inikan sudah aktif pada tahun 2010, namun izin lingkungan diperoleh perusahaan itu pada tahun 2015, seharusnya-kan ijin lingkungan ini menjadi syarat untuk menjalankan usaha dan atau kegiatan” pungkasnya.
Dosen hukum lingkungan FH UNS tersebut juga menyinggung bagaimana perjuangan warga untuk memperoleh keadilan sering mendapat intimidasi, bahkan dari pihak kepolisian setempat yang seharusnya bertindak untuk mengayomi masyarakat, “Jadi jika lingkungan di Lakardowo tercemar, masyarakat setempat boleh menggugat, sesuai dengan pasal 65 (5) UUPH, dan juga masyarakat mengalami intimidasi” Ujarnya, beliau juga menyayangkan tindakan polisi yang justru menambah keresahan warga dengan menghentikan kegiatan dengan cara membentak-bentak dan terkesan kasar yang terekam dalam dokumenter tersebut, “Hal ini merupakan tindakan yang tidak benar, polisi melarang kegiatan warga, dan membentak aktivis, tugas seorang polisi justru seharusnya melindungi dan mengayomi masyarakat, jangan malah menambah keresahan warga”.
Setelah materi pertama disampaikan selama kurang lebih 15 menit, dilanjutkan oleh Heru Siswoyo, yang memaparkan bagaimana perjuangan warga selama ini. Aktivis Pendowo Bangkit tersebut memulainya dengan memaparkan bagaimana keadaan warga setelah datangnya PT.PRIA, “Tahun 2010 alam di Lakardowo itu asri, bahkan tidak ada konflik yang terjadi antara tetangga, namun setelah datangnya PT.PRIA semua berubah” tuturnya kepada audiens.
Heru juga membenarkan pernyataan dari Dr. Sentot bahwa memang ada intimidasi dari pihak kepolisian kepada warga, jika dalam vidio tersebut warga sedang mengadakan kegiatan wisata limbah untuk edukasi kepada warga, dan yang lainnya, namun polisi memaksa warga untuk menghentikan kegiatannya, “Intimidasi dari polisi itu tidak tanggung-tanggung, bahkan sekitar tahun 2017, hampir setiap malam ada sekitar 2 mobil patroli polisi yang selalu keliling kampung, dikira kampung kami seperti kampung teroris apa” tuturnya, menambahkan kejadian intimidasi yang pernah dialami oleh warha Lakardowo.
Selain itu beliau mengatakan bahwa perjuangan warga yang selalu terhalang, bahkan dari pihak kepolisian dan pemerintah yang seharusnya bertanggung jawab untuk membantu mengembalikan kondisi alam di Lakardowo seperti sedia kala, sebelum datangnya PT. PRIA. Heru merasa bahwa peran pemerintah begitu minim, “Kami menuntut seperti ini bukan berarti kami anti pemerintah, tapi memang kepercayaan kami ke pemerintah kurang, karena setiap kami berjuang, pemerintah diam saja” ujarnya.
Setelahnya dilanjutkan oleh Linda Nursanti, selaku sutradara film “Lakardowo Mencari Keadilan” beliau mengatakan bahwa latar belakangnya memutuskan untuk membuat film dokumenter ini adalah karena, menurut beliau kasus pencemaran air di Lakardowo ini masih minim publikasi oleh media, dan beliau merasa bahwa kasus ini bukanlah kasus yang harus didiamkan saja, maka dari itu berbekal kemampuannya dibidang perfilman beliau melakukan riset dan mengabadikan perjuangan warga selama kurang lebih 2 tahun, yang awalnya ia berencana hanya 1 tahun. Selain daripada itu, dengan adanya film ini, beliau berharap bahwa dari adanya kasus yang menimpa warga lakardowo, kedepannya khalayak luas lebih berhati-hati lagi terhadap bahayanya limbah B3.
Diskusi dilanjutkan dengan membuka sesi tanya jawab, setelah ketiga pemateri menyampaikan materinya masing-masing, Ahmad Adi salah satu peserta diskusi menanyakan kenapa hakim yang memberikan putusan dari kasus lakardowo ini tidak menggunakan pasal 88 UUPPLH? Dr. Albertus Sentot Sudarwanto S.H., M.H. menjawab bahwa apa yang dipertanyakan oleh salah satu peserta itu adalah juga yang dipikirkan oleh beliau. Beliau mengamini bahwa hakim memang seharusnya memakai pasal tersebut jika melihat kasus yang terjadi di Lakardowo “Kalau hakim itu cerdas dan cermat maka akan menggunakan pasal 88 UUPPLH (Strict Liability)” ujarnya. Pasal ini berbunyi “Setiap orang yang tindakannya, usahanya dan/atau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3 dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup, bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi sepanjang kerugian tersebut disebabkan oleh yang bersangkutan”.
Penulis : Pramana Jati P
Editor : Shanti Ruri P
Foto diabadikan oleh Heru Siswoyo