Festival Rakyat: Sumpah Rakyat Tertindas dari Aliansi Malang Melawan
Malang-Canopy. Aliansi Malang Melawan kembali menggelar aksi tolak UU Cipta Kerja atau Omnibus Law dengan bertajuk Festival Rakyat, yang disenggelarakan pada Selasa (10/11). Aksi yang dimulai pukul 12.00 WIB. Aksi inu diawali dengan konvoi dari Stadion Gajayana menuju gedung DPRD Kota Malang dengan rute memutar melalui alun-alun kota diikuti puluhan sampai ratusan peserta dari berbagai kalangan atau organisasi yang tergabung dalam Aliansi Malang Melawan.
Agung F.W selaku humas dari aliansi menuturkan bahwa UU Cipta Kerja ditolak oleh massa aksi karena tidak berpihak keoada rakyat. Selain itu, draft UU yang dibagikan oleh DPR RI memiliki banyak kesalahan “Undang-Undang yang di share sendiri oleh DPR, banyak kesalahan dan secara hukum seharusnya dibatalkan.” tutur Agung saat diwawancarai di tempat.
Mosi Tidak Percaya yang dilayangkan ke pemerintah oleh demonstran itu bukan tak beralasan, Aliansi Malang Melawan sendiri dari jauh-jauh hari sudah melakukan aksi berjilid-jilid menolak adanya UU ini karena dinilai ada kecacatan dalam pembuatan maupun muatan yang ada di dalamnya, “Ada di pasal 55 sama 56 yang gak sama, di pasal 56 disebutkan ada ayat 1,2 dan 3, sedangkan di pasal 55 tidak ada ayat sama sekali.” tutur humas Aliansi Malang Melawan tersebut. Dirinya menambahkan bahwa aksi ini dilakukan serentak, yang tersebar di berbagai kota-kota yang ada di Indonesia “aksi kali ini serentak, ada di Jakarta, Lampung, Makasar, ada di Surabaya juga dan di wilayah lain-lain” tuturnya.
Festival Rakyat, menjadi tajuk dari aksi yang dilakukan kali ini, digelar dengan orasi, pembacaan puisi, pertunjukan musik sampai teatrikal. Tentu puisi, maupun lagu yang dibawakan tidak jauh-jauh dari tema perjuangan, namun lagu dangdut seperti Suket Teki yang dibawakan oleh musisi asal kediri Riant Daffa juga hadir menemani aksi ini, untuk menghibur peserta aksi yang juga diikuti oleh ibu-ibu dan bapak-bapak dari Serikat Perjuangan Buruh Indonesia (SPBI).
Di tengah-tengah aksi, ada pembacaan putusan mimbar rakyat oleh perwakilan Aliansi Malang Melawan. Putusan mimbar rakyat tersebut berbunyi “Hari ini kita melihat kesedihan dan ketidakadilan tersemai di mana-mana lebih dari 3 juta buruh di-PHK, pekerja perempuan tak kunjung mendapat perlindungan, petani dan masyarakat adat terus dirampas tanahnya, rakyat kecil makin terjerembab dalam kemiskinan dan nestapa, serta ancaman pengerusakan lingkungan hidup semakin nyata. Sebaliknya, oligarki tumbuh subur, semakin kaya dan berkuasa. Kita perlu menegaskan Mosi Tidak Percaya terhadap rezim Jokowi-Maaruf Amin, DPR serta kroninya, serta dari Aliansi Malang Melawan menuntut pencabutan UU Cipta Kerja serta menyerukan pembangunan persatuan jejaring gerakan rakyat akar rumput”. Agenda selanjutnya, dibacakan Sumpah Rakyat Tertindas dan diikuti peserta aksi, dengan mengepal tangan kiri sebagai simbol perlawanan.
“Sumpah Rakyat tertindas, dengan segenap kesadaran kami rakyat tertindas bersumpah, menjunjung tinggi persatuan, persatuan atas tegaknya keadilan, dengan seluruh keberanian kami rakyat tertindas bersumpah menyerukan sikap perlawanan, perlawanan atas culasnya kekuasaan. Dengan sepenuh keyakinan, kami rakyat tertindas bersumpah akan terus berjuang, berjuang demi lenyapnya kesewenang-wenangan.”
Lalu, salah satu buruh dari pabrik Bentoel Malang, Anna, menceritakan bagaimana ia berjuang melawan ketidakadilan yang menimpanya beserta teman-teman lainnya. “Saya ini bekerja di Bentoel selama hampir 13 tahun, dan status saya dikontrak, dan karena saya ini orang bodoh, rakyat kecil, yang gak mengerti undang-undang, saya dibodohi selama 13 tahun.” ujarnya.
Selain itu, beliau pernah ke DPRD Kota Malang untk mengadu apa yang dialaminya ke wakil rakyat itu, “Saya itu pernah mengadu ke gedung ini (DPRD Kota Malang) namun mereka tidak mendengarkan sama sekali” tuturnya.