Harapan Luring Sirna, Para Perantau Bagaimana?

Malang, Canopy (3/3) – Perkuliahan resmi menjadi daring sampai dengan UTS, mahasiswa yang terlanjur berada di Malang mengeluh dan mengaku kecewa. Berada jauh dari rumah membuat mereka mengeluarkan banyak biaya yang sebenarnya tidak perlu, apabila berada di rumahnya masing-masing.

Berdasarkan surat edaran dari Rektor Universitas Brawijaya nomor 2802/UN10/2022, proses belajar mengajar di seluruh universitas diharuskan untuk dilaksanakan secara daring. Dan menurut keterangan pada surat tersebut, PBM (proses belajar mengajar) yang meliputi perkuliahan, bimbingan, kuliah kerja/praktik lapangan, magang, ujian Tugas Akhir, dan/atau kegiatan perkuliahan lainnya direncanakan akan dilaksanakan secara luring/hybrid setelah UTS.

Lalu, bagaimana nasib mahasiswa, khususnya dari FP yang sudah jauh-jauh ke Malang?

Kami melakukan wawancara kepada tiga narasumber yang mengaku berasal dari luar Malang dan sekarang tengah berada di Malang.

Vicencius dari Sampit, Kalimantan Tengah merasa kesal karena sudah berada di Malang sejak satu bulan yang lalu, sudah siap dengan perkuliahan yang diharapkan tatap muka, namun masih kembali lagi menjadi perkuliahan daring. “Karena kalo daring rasanya kaya ditelantarkan sama dosen” ujarnya. “Harapannya pihak fakultas memikirkan gimana caranya bisa hybrid, minimal untuk yang praktikum, karena praktik dalam pertanian itu sangat penting” lanjutnya. Vincencius juga menyayangkan apabila setelah UTS masih ada kemungkinan untuk daring karena praktik lapangan untuk semester akhir sangat diperlukan untuk keperluan magang nantinya, dan selama perkuliahan daring tidak ada praktikum yang bersungguh-sungguh, sehingga dirasa dari segi skill sangat tertinggal jauh. Vicencius mengatakan awalnya ingin kembali ke tempat asal dan melakukan praktikum di kebun pribadi, namun karena telah melunasi kontrak untuk satu tahun dan ada beberapa kegiatan yang dilakukan secara offline, ia memilih menetap di Malang.

Angga dari Kabupaten Rokan Hilir, Riau, juga mengutarakan hal yang sama, sebagai mahasiswa angkatan 2020 perkuliahan luring – atau paling tidak hybrid – adalah hal yang sangat didambakan sejak pertama kali masuk menjadi mahasiswa UB. Ia berharap semoga surat edaran ini menjadi yang terakhir (sebagai pemberitahuan perkuliahan daring). “Saya cukup bersyukur, setidaknya ada harapan bahwa untuk semester ini akan dilakukannya PTM terbatas” tutur Angga. Angga juga mengatakan bahwa “Seluruh civitas akademika khususnya FP UB, harus selalu menjaga Prokes yang benar. Karena percuma dari instansi telah menerapkan berbagai keamanan kesehatan yang ketat dan canggih, kalau orang-orang didalamnya lalai akan hal  itu”. Angga juga merasa “tersulitkan” dalam perkuliahan daring karena WiFi yang digunakan di kostnya tidak terlalu baik, sehingga ia terpaksa menggunakan kuota dari HP-nya, dan mengaku setidaknya telah menghabiskan Rp. 250.000 untuk kebutuhan kuota selama berada di Malang. Angga juga mengaku tidak akan pulang karena sudah membayar kost untuk satu tahun, juga adanya kegiatan-kegiatan yang berlangsung secara offline menjadi alasannya.

Yasmina dari Pringsewu, Lampung ketika kami wawancarai juga merasa sangat kecewa karena sudah jauh-jauh ke Malang dan membayar kost untuk satu tahun, namun perkuliahan kembali daring. Agak berbeda dengan kedua mahasiswa di atas, Yasminia mengatakan akan kembali ke daerah asal, “Saya akan pulang karena pertimbangan mengenai biaya hidup dan di sini tidak ada kegiatan luring. Sehingga akan lebih baik pulang ke rumah saja”. Namun ia akan kembali ke Malang apabila perkuliahan setelah UTS benar-benar dilaksanakan secara luring.

Reporter : Yuga Dwi

Editor    : Wikan Agung

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Maaf konten ini merupakan hak cipta kami. Untuk menduplikasi karya ini dapat menghubungi kami di redaksi@persmacanopy.com