Canopy-Kamis. (20/02) sejak pukul 11 siang, 12 warga Desa Sumberagung, Banyuwangi melakukan aksi di depan Kantor Gubernur Jawa Timur (Jatim). Aksi dilakukan dalam rangka menuntut Khofifah selaku Gubernur Jatim untuk mencabut Ijin Usaha Pertambangan (IUP) PT. Bumi Suksesindo (PT.BSI) dan PT. Damai Suksesindo (PT. DSI). Aksi ini merupakan rangkaian dari aksi kayuh sepeda sejauh 300 km yang dilakukan oleh warga Desa Sumberagung, sebagai unjuk rasa menolak tambang emas yang ada di desa mereka, yang dinilai oleh warga merusak lingkungan tempat mereka biasa hidup. Mereka membuat rilis yang berjudul “Menuntut Gubernur Jawa Timur Mencabut Ijin Pertambangan di Banyuwangi”. Beragam krisis sosial-ekologis dan sejumlah persoalan keselamatan ruang hidup rakyat diduga akibat dari aktivitas pertambangan tersebut. Salah satu bencana yang masih membekas diingatan warga adalah banjir lumpur yang terjadi 2016 lalu, mengakibatkan rusaknya sebagian besar kawasan pertanian dan kawasan pantai Pulau Merah.
Selain itu, isi rilis disebutkan dalam 8 tahun terakhir semenjak berdirinya perusahaan tambang emas tersebut setidaknya ada 5 bentuk kasus kriminalisasi terhadap warga. Tindak represifitas dilakukan oleh aparat keamanan negara, sedikitnya ada 13 warga yang dikriminalisasi dengan berbagai tuduhan.
Hal lain yang disebutkan dalam rilis yakni ada tiga peran penting Gunung Tumpang Pitu dan gunung sekitarnya bagi warga. Pertama sebagai ‘tetenger’ bagi nelayan saat melaut, yaitu sebagai acuan arah bagi nelayan. Kedua sebagai benteng alami dari ancaman bahaya gelombang badai tsunami, yang pernah terjadi pada tahun 1994 menewaskan sedikitnya 200 orang. Terakhir sebagai pusat mata air, yang mampu memenuhi kebutuhan pertanian dan konsumsi rumah tangga, serta terdapat beberapa tanaman obat-obatan yang disediakan oleh alam di Gunung Tumpang Pitu Tersebut.
Tuntutan terdiri dari dua perkara, pertama mendesak Gubernur Jatim untuk mencabut IUP PT. BSI dan DSI dan kedua mendesak untuk memulihkan kawasan yang telah rusak demi menjamin kehidupan masyarakat yang lestari. Dimulai sejak (15/02) dengan tujuan Kantor Gubernur Jawa Timur yang ada di Surabaya, menurut Hidayat, salah satu warga yang ikut dalam aksi kayuh sepeda ini, awalnya berjumlah 69 orang, namun selama perjalanan melewati beberapa kota hanya tersisa 12 orang dewasa dan 2 anak-anak hingga tiba di Surabaya. Perjalanan ini memakan waktu 5 hari dan telah melewati 6 kota diantaranya Jember, Lumajang, Probolinggo, Pasuruan, Sidoarjo dan Surabaya sebagai tujuan akhir mereka. Pada setiap kota yang mereka singgahi, mereka disambut oleh orang-orang yang bersimpati akan perjuangan mereka, dan mereka juga disediakan tempat untuk beristirahat.
Saat jumpa pers di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya, pukul 9 pagi (20/02) Direktur LBH Surabaya, Abdul Wachid Habibullah, mengatakan kalau LBH Surabaya sedang melakukan pendampingan hukum terhadap warga yang melakukan aksi kayuh sepeda. “Menurut saya Gubernur Jawa Timur harus mendengarkan aspirasi dari warga” ujarnya kepada wartawan. Menurutnya IUP ini bisa dicabut oleh pemerintah, karena pemerintah mempunyai hak prerogatif, ketika dirasa ada yang salah terhadap ijin tersebut.
Terakhir Hidayat menyampaikan kalau warga akan tetap bertahan di depan kantor Gubernur Jatim “Kita disini (Surabaya-red) kemungkinan sampai satu minggu lebih” Pungkasnya, dan juga Hidayat beserta warga berharap kalau aksi ini berdampak pada pencabutan IUP PT. BSI dan DSI, dan rencananya Minggu (23/02) akan dilanjutkan dengan aksi mogok makan hingga tuntutan terpenuhi. Hingga saat ini Khofifah belum menemui warga.
Reporter : Pramana Jati P.
Editor : Shanti Ruri P
Leave a Reply