Kelakuan Ngawur Pihak Polres Malang dan Bagaimana Perjuangan Tiga Pemuda Melawan Segala Bentuk Penindasan

Oleh: Pramana jati P.

Tulisan ini adalah respon dari adanya penangkapan dan penahanan yang dilakukan oleh pihak kepolisian, Polres Malang yang menimpa tiga kawan saya yakni, Ahmad Fitron Fernanda, M. Alfian Aris Subakti dan Saka Ridho. Tentu ini berdasarkan sudut pandang saya sebagai kawan mereka. Sebelum lebih jauh, saya jelaskan dulu perkaranya, dari pers rilis yang dikeluarkan oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya dan LBH Pos Malang, Selasa (21/04) menjelaskan kronologi penangkapannya.
Berdasarkan pers rilis, tanggal 19 April 2020, pukul 20.20 WIB, sekitar lima orang polisi mendatangi kediaman Fitron di Sidoarjo, setelah didatangi, Fitron meminta polisi untuk menunjukkan surat penjemputan, setelah dilihat, dalam surat tersebut tidak dicantumkan nama Fitron, dan ia sempat menolak untuk ikut polisi, namun pada akhirnya ia terpaksa menuruti permintaan polisi untuk ikut.

Keesokan harinya Fian dan Ridho juga ditangkap. Fian didatangi pihak polisi di kediamannya Pakis sekitar pukul 4 pagi, dan Rido juga didatangi di kediamannya, Singosari sekitar pukul 5 pagi. Merekapun kooperatif ikut dengan pihak kepolisian yang tak berseragam waktu itu. Tuduhan yang dilayangkan kepada mereka bertiga adalah kasus vandalisme yang melebar menjadi kasus penghasutan.

Mereka bertiga adalah kawan saya, Seperti yang dijelaskan juga dalam rilis, Fitron yang aktif di Lembaga Pers Mahasiswa Siar UM, yang satu angkatan dengan saya serta karib saya dalam hal kerja-kerja dalam Lembaga pers mahasiswa, kami sering mengawal isu-isu kemanusiaan, dan lingkungan hidup, dan juga kami aktif menyuarakan HAM dan ketertindasan pada mereka kaum minor pada Aksi Kamisan Malang. Tak terkecuali FIan dan Ridho, walaupun belum terlalu lama kami saling kenal, tetapi mereka juga aktif megawal kasus lingkungan hidup, terjun langsung membela kaum yang tertindas dan turut aktif dalam Aksi Kamisan Malang.

Namun saya ingin membahas lebih dalam tentang mereka, dan perjuangannya. Karena saya lebih dekat dengan dengan Fitron, maka saya awali dengan cerita ini. Percayalah ia adalah orang yang sangat optimis, namun pesimis di sisi lainya, sejak tahun 2018 kami sudah saling kenal, ya mungkin karena sama-sama aktif di Lembaga pers mahasiswa masing-masing, dan juga sering ngopi bareng di Omah Diksi, tempat ngopi santai arek persma dulu. Berawal dari situ bukan hanya kami, tapi dengan teman-teman seangkatan maupun beda angkatan kami sering berbicara tentang perjuangan, segala isu kemanusian, lingkungan, apapun itu, kami perbincangkan, dan tak jarang kami liput. Maklum anak-anak persma punya semangat membara jika berbicara soal penindasan, mereka selalu ingin untuk membantu yang tertindas.

Dari modal semangat itu, pada akhir 2019 kemarin ia sempat mengutarakan keinginannya untuk berkunjung ke daerah-daerah konflik di Jawa Timur. Entah apa yang memotivasinya, walaupun dengan keuangan yang terbatas, ia tetap merancang perjalanan itu denganku, seperti perkiraan kota mana saja yang akan dikunjungi, penginapan (jelas penginapan ini cari bantuan ke setiap orang yang kita kenal di tiap kota yang dikunjungi), modal duit, bagi jatah beli bensin, makanan dan lain-lain. Singkat cerita duit sudah terkumpul dan rencana sudah matang. Pada awal tahun ini kami memutuskan untuk berkunjung ke Banyuwangi, Desa Sumberagung, dimana terjadi konflik antara perusahaan tambang emas dengan warga. Disitu kami mencoba meliput dan mencari tahu akar permasalahan, sekaligus ikut serta dalam meghadang pihak perusahaan untuk eksplorasi ke gunung satunya lagi. Disitu jelas saya melihat semangat anak ini (Fitron) terjun langsung, dan ikut merasakan apa yang dirasakan masyarakat.

Tidak hanya sampai disitu saja kami sudah berkali-kali datang ke Lakardowo, bukan tanpa maksud kami kesitu, melihat keadaan warga yang dipaksa menggunakan dan mengolah air yang sudah tercemar akibat penimbunan limbah yang dilakukan oleh PT PRIA itu, jelas kami tak bisa tinggal diam. Sangat besar kepedulian Fitron terhadap keadaan yang menimpa warga disana, hingga kemanapun ia pergi ia selalu membawa pesan #SaveLakardowo, bahkan saat di Kongres Nasional PPMI di Madura sekalipun.

Kini beralih cerita tentang dua pemuda lainnya, kami memang tidak terlalu dekat, karena memang tidak begitu lama kenal. Seingat saya pertama kali kita kenal mungkin saat aksi Mayday. Disitulah langsung terbayang dibenak saya bahwa kedua pemuda ini peduli dengan isu buruh dan kemanusiaan. Baik Fian maupun Ridho atau akrab disapa Mamul sangat aktif mengawal isu HAM, lingkungan, Buruh, dan isu-isu lainnya.

Aksi Kamisan Malang, yang diadakan setiap kamis sore selalu mengusung isu penting di masyarakat. Aksi ini adalah medium mereka, dan kawan-kawan lainnya untuk menyuarakan keresahan, dan isu-isu kemanusian. Saya melihat keseriusan mereka dalam memperjuangkan hak rakyat. Baru baru ini isu yang sedang hangat yakni Tegalrejo dimana warga melawan para perebut tanah mereka, yang seringkali mendapat intimidasi dari pihak aparat maupun pihak perkebunan. Fian dan Ridho selalu membantu perjuangan warga tanpa pamrih, dengan segala cara yang mereka bisa, mulai dari kampanye di sosial media, sampai datang ke desa langsung untuk membantu pembangunan pos jaga dan lainnya.

Begitulah mereka dimata saya, perjuangan mereka seharusnya tak dibungkam oleh pihak manapun, karena pada hakikatnya mereka memperjuangkan kebenaran. Hingga pagi ini saya mendapat kabar, Polres Malang melakukan Konferensi Pers tentang kasus ini, saya melihatnya sangat menyesalkan apa yang telah dituduhkan pihak kepolisian kepada ketiga kawan saya itu. Lalu sekarang mereka seakan diperlakukan sebagai penjahat kemanusiaan! Mereka diikat, diberikan baju tahanan, dipermalukan di depan umum, seolah mereka itu telah melakukan tindak kriminal luar biasa!! Padahal apa yang mereka lakukan jauh dari itu, betapa tak taunya pak polisi yang terhormat bahwa mereka mengabdikan masa mudanya untuk terjun ke masyarakat dan terus menyuarakan hak orang-orang yang terindas!! Bahkan disini, di negeri demokrasi ini, bicana kebenaran, layakya menggali lubang kuburannya sendiri!!

Editor : Shanti Ruri P

Ilustrator : Hanif Azhari

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Maaf konten ini merupakan hak cipta kami. Untuk menduplikasi karya ini dapat menghubungi kami di redaksi@persmacanopy.com