
ORASI – Salah satu massa aksi melakukan orasi pada peringatan Hari Buruh yang digelar Aliansi Sekretariat Bersama Peringatan 1 Mei 2017 yang bertempat di Alun-alun Kota Malang, Senin (01/05). Terdapat 4 tuntutan utama yang disuarakan yaitu Tolak politik upah murah, Cabut PP 78/ 2015 tentang Pengupahan, Tolak PHK sepihak, dan Hapus sistem kerja kontrak dan outsourcing. Foto: CANOPY/M Riant Daffa
Malang, CANOPY – “Tolak politik upah murah, hapuskan sistem kerja kontrak, hapus outsourcing,” teriak salah satu orator dari elemen buruh dalam kesempatan peringatan hari buruh 1 Mei di Alun-alun Kota Malang, Senin (01/05). Seperti tahun-tahun sebelumnya, berbagai permasalahan masih menyelimuti kehidupan kaum buruh di Indonesia. May Day kali ini menyuarakan beberapa tuntutan, diantaranya, penolakan terhadap politik upah murah, sistem kerja kontrak dan outsourcing dan cabut PP 78/ 2015.
Permasalahan serupa masih terjadi di kota Malang. Musdi, Koordinator Lapangan aksi ini menyebutkan bahwa kondisi buruh di Kota Malang secara umum masih mengalami penindasan yang berkepanjangan. “Masih bekerjanya sistem outsourcing dan buruh kontrak, ada juga yang dibawah UMK (gajinya, -red) atau sebatas diberi upah dalam pemberian haknya sebagai buruh,” ujarnya.
Selain itu, masih adanya pembungkaman terhadap serikat buruh, menurut Musdi juga menjadi permasalahan. “Terkait dengan UU 21/ 2000 tentang kebebasan berserikat dan berkumpul yang sayup sayup seakan-akan melindungi buruh, namun tidak seperti yang diharapkan,” tambahnya.
Musdi menambahkan, bahwa masih banyak kaum buruh yang akhirnya didepak dari perusahaan karena ingin berserikat dan berbicara soal upah. “Kami akan terus menyuarakan hal seperti ini sebagai penyadaran, dan edukasi. Juga mendorong kawan-kawan untuk tetap berserikat agar mereka punya payung hukum yang jelas,” imbuhnya.
Tentang Politik Upah Murah
Novada, salah satu pegiat Aliansi Sekretariat Bersama Peringatan Hari Buruh 1 Mei 2017, mengungkapkan bahwa masih banyak pula praktik politik upah murah di kalangan buruh. “Penetapan gaji di bawah UMK itu kan politik upah murah, upah rendah (minimum, -red) juga bagian politik upah murah,” ujarnya. Ia menambahkan, bahwa sejak keluarnya PP 78/ 2015 tentang pengupahan adalah salah satu bukti bahwa kenaikan upah buruh dilarang lebih tinggi dari tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
Hal ini senada seperti yang diungkapkan Musdi, kalau pemerintah justru mengeluarkan peraturan yang bertabrakan dengan undang-undang yang masih berlaku. PP 78/ 2015 ini juga menghilangkan semua komponen terkait penentuan upah layak bagi buruh. “Yang paling urgent sekarang adalah mencabut PP 78/ 2015 sebagai sumber-sumber penindasan yang mendalam bagi semua kalangan buruh,” tegasnya.
Disisi lain, bagi Novada permasalahan semacam ini jelas menjadi momok yang menakutkan bagi kaum buruh. Peran pemerintah terkait perlindungan buruh kontrak dan outsourcing pun tidak ada. “Dalam pasal 27 ayat 2 UUD 1945 disebutkan bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” dan “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja” pada pasal 28D ayat 2 UUD 1945, ini tak ubahnya pepesan kosong yang tertulis didasar negara kita saja,” ungkapnya.
Belum lagi beban kerja yang tidak manusiawi, masa depan anak buruh, serta jaminan kesehatan yang digembar-gemborkan pemerintah melalui program BPJS juga jauh menyimpang. Menurut salah satu orator, “Ini adalah regulasi yang justru mencekik secara perlahan kaum pekerja,” terangnya.
Peringatan Hari Buruh 1 Mei kali ini berlangsung damai. Pelaksanaannya juga diselingi beberapa penampilan dari berbagai elemen buruh dan mahasiswa. Selain orasi, ada juga pembacaan puisi, musik dan teatrikal.
Reporter: Wisnu Wardhana
Editor: Alif Nur Rizki
Leave a Reply