Pangan, Milik Siapa ?

Oleh : Kumala Dewi*

Minggu, 16 Oktober 2016, menjadi hari bermakna bagi pelaku pertanian dunia. Pangan diakui keberadaannya sebagai sektor penting untuk keberlangsungan hidup. Selamat hari pangan sedunia, saudara! Pangan tak dapat dilepaskan dari “insan Tuhan”, ya kita dapat hidup jika ada asupan energi dari pangan. Jadi, apakah yang anda maksud dengan pangan? Pangan merupakan hasil dari usaha pertanian, baik pertanian makro (meliputi peternakan dan perikanan) ataupun pertanian mikro (pertanian yang membudidayakan tanaman). Perhatian kita sebagai umat Tuhan, adalah bagaimana pangan itu dapat terus tersediakan. Karena kita adalah makhluk sosial, dalam nasehat Jawa terdapat kiasan “mangan gak mangan,  asal kumpul”. Bisa dikatakan pangan mampu mendekatkan jarak antar individu yang sebelumnya renggang.

Peringatan Hari Pangan Dunia jatuh pada 16 Oktober 2016 dilaksanakan di Desa Trayu, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Pada lahan seluas 100 hektar di desa tersebut telah dilaksanakan pameran teknologi  dan demonstrasi usaha tani dari gabungan kelompok tani. Kabupaten Boyolali dipilih oleh Kementerian Pertanian RI dan FAO karena keanekaragaman pangan yang terbukti dengan diversifikasi pangan yang dikembangkan untuk menopang kedaulatan pangan. Hari Pangan Sedunia (HPS) Internasional 2016 kali ini bertemakan ”Climate is Changing, Food and Agriculture must too”.  Melalui kegiatan peringatan HPS ini, pangan digalakkan secara “ceremonial”. Pangan yang berkedaulatan adalah milik kita, umat bangsa A, B, C, dan seterusnya. Siapkah dengan pertumbuhan populasi umat manusia yang hadir dengan kebijakan pangannya? Apakah kasus kriminalisasi pangan juga hadir sebagai tindakan bodoh pemilik kebijakan?

Manusia adalah makhluk sosial yang hadir dengan akhlak rasionalitas, progresifitas alamiah dan jiwa sosialis. Manusia butuh pangan untuk berpikir. Yang Mulia! bolehkah kami libur sejenak dari rutinitas keras hidup kami yang sudah kau atur? Hai penguasa! bolehkah hamba mendapat asupan nutrisi yang halal? Dapatkah aku untuk berada di jalur juara jika aku tak punya apa-apa?Wahai kaum ningrat!, apa yang harus “eneng” lakukan jika ingin jadi pemilik lahan di masa depan?. Kedaulatan pangan dapat dicapai jika sektor tanah, sosial masyarakat dengan pendapatan ekonomi, proses pembudidayaan tanaman dengan penyuluh pertanian sebagai pelaku perlindungan tanaman dapat bekerja sinergis untuk dapat mewujudkan pertanian berbasis ekologis yang berkelanjutan. Jalankan usaha pertanian dengan kebijakan yang pro kaum marhaenis. Pembangunan dinamis pasti terjadi di era modern ini, namun pembangunan berbasis  lingkungan sudah digagas sejak sekarang. Usaha pangan akan terus eksis dengan keterpaduan konsep antar-pelaku pertanian yang juga “butuh pangan”. Namun apakah pangan akan terus ada jika lahan pertanian semakin sempit, degradasi lahan terjadi dan cap petani sebagai kaum terbelakang masih ada?.

*Mahasiswi Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, ID Line : @kumalad43

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Maaf konten ini merupakan hak cipta kami. Untuk menduplikasi karya ini dapat menghubungi kami di redaksi@persmacanopy.com