Perempuan dan Sindy
Perempuan dan Sindy
Karya : DFFU
“Tuhan aku tidak ingin mati cepat, berikan aku umur yang panjang dan ijinkan aku untuk menyelesaikan skripsiku, lulus, wisuda dan berfoto dengan kedua orang tuaku. Maafkan aku karena aku kurang bersyukur kepadamu, aku ikhlas menjalani semua cobaan hidupku termasuk skripsiku saat ini”.
Seorang perempuan, khidmat menikmati sebatang rokok dengan aroma beri sambil mendengarkan lagu sampai jadi debu dari Banda Neira dan membaca cerpen “Dia, Kamu, Feng Menglong, 25, 21” karya Eko Triono. Tetapi, pikirannya melayang entah kemana. Sebentar ia mendalami lirik lagu, sebetar ia menikmati isapan rokok, sebentar ia mencoba fokus membaca cerpen yang bisa dibilang absurd itu. Saat ini dapat disimpulkan bahwa perempuan itu sedang suntuk atau memang itu kebiasaannya, atau mari kita coba masuk ke dalam pikirannya.
“Aku galau, bagaimana aku harus memulai revisi bab satu skripsi. Aku masih kesal karena sudah melewati seminar proposal tetapi karena mungkin dosen tidak ingin mahasiswanya kesulitan, atau bahkan tidak dapat membimbing aku. Ah, tau ah, besok apa aku perlu pergi keluar bersama Sindy, sambil menikmati sebotol minuman beralkohol dan sebungkus rokok aroma beri dengan merek esse oh atau camel, bagaimana ini enaknya. Apakah seperti itu, atau aku harus datang ke tempat pacarku yang yah bisa dibilang aku bosan sih bertemu setiap hari. Tapi, apalagi yang bisa aku lakukan. Apa aku jadikan saja bertemu dengan Sindy dan melepas semua penat kami. Hmm… mengingat kemarin Sindy juga nangis – nangis di telepon gegara dosennya minta ganti penelitian. Huft…entahlah, sekarang aku nikmati waktu ini saja dulu lah”. Oh, jadi itu yang ada dalam pikiran perempuan itu. Sebelum tidur, perempuan itu berdoa pada Tuhan.
Pagi datang, perempuan itu bangun. Tidak seperti biasanya, ia merapikan tempat tidur dan bergegas untuk mandi. Setelah mandi ia pergi ke kosan Sindy yang berada di beberapa blok dari kosan perempuan itu. Sesampainya di kosan Sindy, ia langsung menyelonong masuk ke kamar Sindy. Sindy kaget dengan kedatangan perempuan itu secara tiba-tiba dan tanpa kabar. Disuruhlah Sindy untuk berganti pakaian, lalu mereka melaju dengan motor menuju toko penjual minuman keras. Perempuan itu memesan 2 botol bir ukuran besar, lalu membayarnya dan segera menyalakan sepeda motor untuk menuju ke tempat pemberhentian berikutnya. Sindy sendiri terdiam dengan tingkah aneh sahabatnya itu. Diapun tak berani bertanya dan masih kaget dengan ketiba-tibaan ini. Disepanjang perjalanan, mereka berdua tidak membuka obrolan sama sekali. Sesampainya di tempat tujuan -yang Sindy kira itu tempat tujuan karena perempuan itu sudah memarkirkan kendaraanya tak jauh dari bibir sungai.
Perempuan itu mengajak Sindy menuju bibir sungai dan memilih tempat duduk di atas batu besar. Perempuan itu mulai mengeluarkan 2 botol bir dan sebungkus rokok camel dengan aroma beri dan pembuka tutup botol. Yah, dapat diakui, perempuan ini niat sekali menikmati air dalam botol itu. Tak ada obrolan atau pembicaraan sepatah dua patah kata, hanya ada gestur tubuh. Minuman mulai diteguk, rokok mulai dihisap. Pandangan mereka kadang ke sungai, kadang ke seberang sungai, lalu mendongak ke atas melihat awan yang berjalan merambat dari barat ke timur. Sesekali juga melihat kearah sahabatnya berada lalu membuang pandangan ke pepohonan di sekitar mereka. Waktu berjalan, minuman sudah hampir habis ditenggak oleh kedua perempuan itu. Lalu, mereka tertidur sambil berpelukan.
Pagi tiba, perempuan itu berada di sebuah ruangan dengan laptop dan setumpuk berkas. entah apa. Disaat yang sama, Sindy berada di sebuah butik yang cantik, penuh dengan pakaian perempuan. Mereka berdua kaget dengan perubahan hidup mereka hingga lamunan mereka terpatahkan oleh panggilan asisten mereka masing-masing. Perempuan itu segera diingatkan untuk bertemu dengan klien dari Amerika di ruang rapat lantai 7. Sedangkan Sindy, harus pergi menuju bandara untuk segera sampai di Singapura untuk menyiapkan fashion show koleksi baju terbarunya. Empat hari mereka menjalani rutinitas yang masih belum mereka yakini. Hingga perempuan itu tersadar dan segera menghubungi Sindy. Pada dering telepon ketiga, Sindy mengangkat telepon dari nomor yang tak dikenalnya itu. Berceritalah mereka tentang kejadian aneh yang menimpa mereka, lalu mereka memutuskan untuk bertemu di tempat makan Solaria, Margonda Mall di daerah Depok. Pada saat pesawat Sindy sudah mulai terbang menuju Jakarta, tak disangka awan menabrak pesawat yang ia tumpangi, hingga membuat pesawat itu kehilangan keseimbangan dan pilot mengalami serangan jantung karena kaget dan mungkin karena dia selalu lolos medical check up. Jauh di Jakarta, Perempuan itu bergegas menuju mobil untuk segera menyelesaikan urusan kantor lalu menuju Margonda Mall, tak disangka, saat ia mendekati mobil yang akan ia tumpangi, dibelakang mobilnya terjadi kecelakaan beruntun dikarenakan rem mobil blong dan sampai menabrak perempuan itu hingga tak sadarkan diri.
Dua hari setelah kecelakaan, kedua perempuan itu masih tak sadarkan diri di rumah sakit Syaiful Anwar, Malang. Kedua tubuh perempuan itu terbaring di ruangan yang bersebelahan. Perempuan dan Sindy dapat melihat tubuh mereka lemah lemas tebaring di atas ranjang dengan seprei putih. Pikiran kedua perempuan itu kacau dan bertanya-tanya, apa yang sebenarnya terjadi. Mereka menangis dan menyesal dengan semua yang telah terjadi, mereka ingin kembali ke tempat mereka bermula, yaitu berada di samping sungai dengan sebotol bir di tangan kiri dan rokok di tangan kanan. Tak lama setelah tangisan penyesalan itu, mereka terbangun, tepat seperti apa yang mereka inginkan. Lalu mereka menagis tersedu sambil berpelukan, tak ada tanya tak ada kebingungan. Hanya tangis, takut dan syukur.
Perempuan itu, masih di dalam tidurnya sambil menagis sesegukan dan membasahi bantal kesayangannya yang kadang juga dijadikan alas air liur yang menetes saat tidur lelapnya. Sampai ia terbangun dan tersadar kalau itu semua hanya mimpi. Lalu ia berdoa kepada Tuhan “Tuhan aku tidak ingin mati cepat, berikan aku umur yang panjang dan ijinkan aku untuk menyelesaikan skripsiku, lulus, wisuda dan berfoto dengan kedua orang tuaku. Maafkan aku karena aku kurang bersyukur kepadamu, aku ikhlas menjalani semua cobaan hidupku termasuk skripsiku saat ini”. Bergegaslah ia dari tempat tidur lalu menuju ke kamar mandi untuk mengambil wudu dan melaksanakan salat zuhur.