Putih & Hijau Melawan Abu-Abu

Dahulu kala ketika Fakultas Lalapan Universitas Brantakan di negeri Hindosia menjelang akhir tahun, sekumpulan mahasiswanya siap untuk berpesta demokrasi. Pesta tersebut untuk memilih Presiden Badan Elit Mahasiswa (BEM). Tentunya acara seperti ini lengkap dengan aktivitas politiknya masing-masing.

Putih, Hijau, Merah, dan Kuning terlihat antusias mengikuti alur perpolitikan ini. Dua kandidat terjaring menjadi calon. Si Dinu dan Si Simad. Si Dinu didukung Putih dan Hijau. Si Simad didukung oleh Merah dan Kuning.

Si Dinu yang sebelum menjadi ketua pelaksana (kapel) ospek, lebih dikenal mahasiswa baru (maba). Apalagi maba yang belum enam bulan di kampus sudah dicekokin politik gini, mereka ya Cuma milih yang sudah sering dilihat saja. Hal beginian yang membuat Putih dan Hijau berkoalisi mendukung si Dinu.

Si Simad, aktivis dari Kuning, lebih akrab di organisasi kampus yang kantor-kantornya ada di lantai atas. Pendukungnya ya tetua-tetua kampus yang suka nongkrong di kantor lantai atas layaknya kuntilanak yang hinggap di atas pohon beringin. Para tetua ini sebenarnya mendukung si Simad, tapi namanya juga orang tua, sudah malas dengan politik, ya cuma bisa ndukung di mulut tanpa adanya bukti jari tercelup tinta.

Pada waktu penghitungan hasil coblosan pun sudah tertebak pemenangnya. Ya si Dinu. Pemilihnya maba-maba unyu, yang mudah ditipu, mulai dari pendamping ospek sampai perekrutan babu yang berkedok staf muda biar gampang masuk kelasnya maba buat kampanye.

Si Paulo dan tetua-tetua kampus tadi Cuma ketawa-ketawa cekikikan di atas. Sebenarnya mereka taruhan. Si tetua-tetua tadi jagoin si Dinu—namanya juga masalah duit, mereka lebih lihat hasil statistik yang tinggi. Sedangkan Si Paulo Cuma bisa cekikan sambil nyesek melihat jagoannya kalah.

Singkat cerita, tiba-tiba si Paulo ikut daftar pemilihan Dewan Perkumpulan Mahasiswa (DPM). Lembaga ini kerjaannya bikin undang-undang masalah kampus. Si tetua-tetua tadi kaget kok si Paulo juga ikutan politik-politik gini. Apalagi ia punya dukungan kuat dari mahasiswa abu-abu yang sudah muak dengan drama pasang surut—layaknya sinetroon—dari si Putih dan Hijau.

“Lah, ngapain kamu ikutan gituan, lo?”

“Biar bisa ngatur pemenang presiden selanjutnya sam, kan biar bisa menang taruhan, ha ha ha,”

Akhirnya si Paulo lolos jadi bagian dari DPM dengan embel-embel dari golongan abu-abu. Dalam hatinya cekikan sambil mulai nyiapin strategi taruhan Presiden BEM agar bisa menang dari si tetua-tetua tadi. Strategi Paulo yang paling ampuh yaitu mencegah agar Koordinator divisi acara Ospek tahun sebelumnya tidak bisa jadi Kapel Ospek yang selanjutnya. Semua orang sudah tahu, plotingnya sederhana : pertama jadi koordinator divisi acara, lalu tahun selanjutnya jadi kapel yang dikenal maba, lalu jadi calon presiden BEM. Dan tahun itu si wafuck jadi kandidat kuat kapel.

Paulo mulai merancang undang-undang pelaksanaan ospek agar pengaruh si presiden BEM nentuin kapel tidak terlalu besar. Percuma kalo presiden BEM yang milih, tentunya kapelnya dari teman Presiden BEM itu sendiri. Kalah lagi dong si Paulo.

Di dalam DPM yang terdiri dari 3 Putih, 3 Hijau, dan 1 orang Paulo. Putih dan Hijau yang telah berkoalisi ternyata tahu rencana si Paulo. Sekarang 6 melawan 1. Paulo pun cemas karena ia takut kalah taruhan lagi saat pemilihan presiden BEM. Strategi yang ia lakukan yaitu Walk out dari pembahasan undang-undang pembentukan panitia ospek. Ia coba mengumpulkan dukungan dari mahasiswa abu-abu dengan cara pamer ke media sosialnya saat ia walk out. Ia mencoba langkah di Majelis Pergumulan Mahasiswa (MPM), apalagi ia ketuanya.

Saat sidang akan disahkan undang-undang pelaksanaan oleh MPM. Ia kaget ternyata ada akting pembahasan yang dibikin semrawut agar terjadi pembahasan mandek lalu voting. Si Paulo pun termentahkan oleh voting karena ia sudah kalah jumlah dari awal.

Paulo pun hanya pasrah karena akan kalah lagi dengan para tetua. Para mahasiswa abu-abu pun Cuma bisa mengelus dada karena mereka Cuma bisa melihat pesta monoton dari tahun ke tahun. Dan benar ternyata, seminggu kemudian si Wafuck yang jadi kapel ospek.

Sekian cerita yang pernah terjadi di Fakultas Lalapan Universitas Brantakan di negeri Hindosia. Jika ada kesamaan cerita dan tempat, percayalah itu hanya kebetulan semata.

 

Oleh : OBBI

2 thoughts on “Putih & Hijau Melawan Abu-Abu

    • Juli 7, 2018 pada 10:15 am
      Permalink

      Banyak penyebabnya salah satuny mungkin banyak sudut pandang dan kelompok mahasiswa dengan pemikiran yang berbeda beda kak.

      Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Maaf konten ini merupakan hak cipta kami. Untuk menduplikasi karya ini dapat menghubungi kami di redaksi@persmacanopy.com