Kerusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan nikel di Raja Ampat menjadi sorotan publik belakangan ini. Lebih dari 500 hektare hutan dan vegetasi alami telah rusak sejak PT Gag Nikel beroperasi di Pulau Gag, Pulau Kawe, dan Pulau Manuran sejak tahun 2018. Temuan ini terungkap dalam laporan Greenpeace Indonesia yang dirilis pada Januari 2025 yang dilansir dari Tempo.co.
Raja Ampat dikenal sebagai salah satu wilayah dengan keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia. Dilansir dari Good News From Indonesia, kawasan ini masuk dalam Coral Triangle atau jantung Segitiga Terumbu Karang yang mana sebagai pusat ekosistem laut global yang mencakup sekitar 75 persen spesies karang yang ada di bumi. Perairannya menjadi habitat bagi berbagai spesies endemik seperti hiu karpet, ikan-ikan karang khas, dan pari manta. Tak hanya lautnya, daratan Raja Ampat juga menyimpan kekayaan hayati luar biasa. Terdapat flora langka seperti anggrek hitam dan pohon sagu endemik, serta fauna khas Papua seperti burung cendrawasih merah dan kakatua raja.
Keberadaan tambang nikel di kawasan ini perlahan mengubah wajah Raja Ampat. Bukit-bukit hijau yang dulu menjadi ciri khas wilayah ini perlahan tergantikan dengan galian tambang. Debu industri pun mulai menggantikan udara laut yang dulunya bersih. Beberapa dokumentasi lapangan juga menunjukkan adanya limpasan tanah yang mengalir ke pesisir yang dapat mengancam kehidupan di bawah laut.
Isu ini mendapat perhatian luas setelah Greenpeace Indonesia melakukan aksi dalam forum Indonesia Critical Minerals Conference & Expo 2025 pada Selasa (3/6/2025). Saat Wakil Menteri Luar Negeri menyampaikan pidato, sejumlah aktivis membentangkan spanduk dengan tulisan “Nickel Mines Destroy Lives“. Gelombang dukungan juga semakin meluas di media sosial melalui tagar #SaveRajaAmpat yang dibagikan oleh aktivis lingkungan, publik figur, maupun masyarakat umum.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia dalam wawancaranya dengan Kompas.com pada Rabu (5/6/2025) di Jakarta, menjelaskan bahwa dari lima izin tambang yang tercatat di Raja Ampat, hanya satu yang saat ini aktif beroperasi yaitu milik PT Gag Nikel, anak perusahaan PT Antam Tbk. Ia menambahkan, perusahaan tersebut telah mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP Operasi) sejak 2017 dan mulai beroperasi pada tahun 2018.
Menurut laporan wenebuletin.com, luas total wilayah izin tambang kini mencapai lebih dari 22.420 hektare yang mana hampir mencakup seluruh Pulau Gag. Sejak tahun 2020, area tambang di Raja Ampat mengalami perluasan hingga 494 hektare, meningkat hampir tiga kali lipat dari periode sebelumnya. Greenpeace juga mencatat lebih dari 500 hektare hutan dan vegetasi alami telah mengalami kerusakan akibat tambang nikel di Pulau Gag, Pulau Kawe, dan Pulau Manuran.
Aktivitas pertambangan yang berlangsung di Pulau Gag, Pulau Kawe, dan Pulau Manuran dinilai berlawanan dengan ketentuan hukum. Ketiga pulau tersebut tergolong sebagai pulau kecil yang berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, tidak diperbolehkan dijadikan sebagai lokasi pertambangan.
Ronisel Mambrasar dari Aliansi Jaga Alam Raja Ampat menyuarakan keresahan masyarakat dalam laporan TribunSorong.com. “Kami saksi hidup, melihat langsung kondisi alam di area konsesi tambang nikel. Dampak kerusakan lingkungan telah tampak, perairan mulai tercemar,” ujarnya pada Rabu (5/6/2025).
Ia juga menambahkan bahwa dampak dari pertambangan nikel tidak hanya merusak lingkungan tetapi juga menambah konflik sosial. “Raja Ampat sedang dalam bahaya karena kehadiran tambang nikel di beberapa pulau, termasuk di kampung saya di Manyaifun dan Pulau Batang Pele. Tambang nikel mengancam kehidupan kami. Bukan cuma akan merusak laut yang selama ini menghidupi kami, tambang nikel juga mengubah kehidupan masyarakat yang sebelumnya harmonis menjadi berkonflik,” ucapnya.
Masyarakat lokal yang bergantung pada laut, baik sebagai nelayan maupun pelaku wisata juga terancam kehilangan mata pencaharian. Pencemaran air dan sedimentasi membuat perairan di sana tidak lagi layak untuk aktivitas ekonomi maupun konsumsi.
Pemerintah mulai merespons keprihatinan publik. Bahlil mengakui bahwa izin tambang telah terbit sebelum dirinya menjabat. Ia menyebut Pulau Pianemo yang viral di media sosial sebagai lokasi terdampak, sebenarnya berjarak sekitar 30–40 kilometer dari Pulau Gag. Tim dari kementerian telah dikirim untuk mengecek langsung kondisi lapangan. “Sekarang dengan kondisi seperti ini, kita harus cross check, karena di beberapa media yang saya baca, ada gambar yang diperlihatkan seperti di Pulau Pianemo. Pulau Pianemo itu pulau pariwisatanya Raja Ampat. Pulau Pianemo dengan PT Gag itu berjarak kurang lebih 30 km sampai dengan 40 km” ujar Bahlil saat diwawancarai oleh Kompas.com pada Kamis (5/6/2025).
Bahlil menambahkan bahwa pemerintah telah mengambil langkah tegas terhadap aktivitas tambang tersebut. “Kami sudah memutuskan lewat Dirjen Minerba untuk status daripada IUP PT Gag kami hentikan sementara operasinya, sampai dengan verifikasi lapang yang akan kami cek,” ujarnya.
Mengutip dari Antara.com, Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana juga menegaskan bahwa pembangunan di kawasan seperti Raja Ampat harus berpijak pada keseimbangan antara aspek ekologi, sosial, dan ekonomi. “Kita ingin pembangunan apapun, termasuk kepariwisataan, harus menjaga keseimbangan antara ekologi, teritori sosial, dan skala ekonomi,” ujar dia pada Kamis (5/6/2025).
Kementerian Pariwisata telah merancang tiga langkah strategis untuk merespons isu pertambangan nikel yang dinilai merusak keindahan alam Raja Ampat. Widiyanti menjelaskan bahwa upaya tersebut mencakup kunjungan langsung ke Raja Ampat bersama DPR RI pada 28 Mei hingga 1 Juni 2025, audiensi dengan Gubernur Papua Barat Daya pada Rabu (4/6), serta rapat koordinasi dengan Dewan Ekonomi Nasional pada Kamis (5/6). Pemerintah daerah dan kementerian sepakat menjaga Raja Ampat sebagai kawasan konservasi laut dan destinasi unggulan tanpa kompromi terhadap aktivitas tambang. Salah satu inisiatif yang tengah dikaji adalah menjadikan Raja Ampat sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) berbasis pariwisata berkelanjutan dan investasi hijau. Widiyanti menegaskan bahwa pengembangan kawasan ini harus bertumpu pada kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.
REFERENSI
Good News From Indonesia. 2025. #SaveRajaAmpat, Ini Alasan Ekosistem Raja Ampat Patut Dilindungi. Diakses di https://www.goodnewsfromindonesia.id/2025/06/05/saverajaampat-ini-alasan-ekosistem-raja-ampat-patut-dilindungi#:~:text=Raja%20Ampat%2C%20gugusan%20pulau%20di%20Papua%20Barat%2C%20telah,terutama%20sebagai%20jantung%20Segitiga%20Terumbu%20Karang%20%28Coral%20Triangle%29 pada 5 Juni 2025.
Wenebuletin. 2025. Penambangan Nikel di Raja Ampat: Antara Pariwisata Berkelanjutan dan Tambang. Diakses di https://wenebuletin.com/lingkungan/penambangan-nikel-di-raja-ampat-antara-pariwisata-berkelanjutan-dan-tambang/ pada 5 Juni 2025.
Tribun Sorong. 2025. Kesaksian Warga Manyaifun soal Dampak Lingkungan Tambang Nikel Raja Ampat. Diakses di https://sorong.tribunnews.com/2025/06/05/kesaksian-warga-manyaifun-soal-dampak-lingkungan-tambang-nikel-raja-ampat pada 6 Juni 2025.
Antara. 2025. Kemenpar ambil 3 langkah strategis atasi isu tambang nikel Raja Ampat. Diakses di https://www.antaranews.com/berita/4882317/kemenpar-ambil-3-langkah-strategis-atasi-isu-tambang-nikel-raja-ampat pada 5 Juni 2025.
Penulis: Siti Nurkholifah
Editor: Muhammad Ihza Ezra Saputra
Gambar: Kompas&Greenpeace
Leave a Reply