Adalah Ngadas: Kehangatan Masyarakat Di Tengah Dinginya Suhu Gunung Bromo
Gunung Bromo menjadi salah satu destinasi wisata yang kerap ramai pengunjung, baik lokal maupun mancanegara. Memadukan pemandangan yang elok dengan udara yang sejuk membuat para pelancong tak bosan untuk berkunjung, lagi dan lagi. Dan di balik dinginnya hawa pegunungan bromo, terdapat sebuah desa dengan suasana hangat yang tercipta lewat masyarakatnya. Adalah Desa Ngadas. Sebuah desa dengan kearifan lokal yang menarik.
Desa Ngadas merupakan pemukiman terakhir yang akan dilintasi oleh wisatawan yang hendak menuju Gunung Bromo melalui Malang dan masih berada dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Secara administratif, desa ini terletak di Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang dengan jumlah penduduk 1.776 jiwa. Dengan mayoritas penduduk yang merupakan suku tengger, Desa Ngadas dikaruniai kekayaan alam serta kearifan budaya yang beragam. Karena keunikannya ini, Desa Ngadas, oleh Kementrian Pariwisata dijadikan sebagai “alternatif cadangan destinasi wisata”.
Asal usul nama ngadas dituturkan oleh Mujianto, Kepala Desa Ngadas, yang tak lain berasal dari tanaman adas.
“Jadi dulu pada tahun 1774, di sini adalah hamparan adas Pulau Waras yang di buka oleh Mbah Sedhek, sehingga oleh penduduknya desa ini diberi nama Ngadasrejo,” pungkas lelaki dengan udeng batik di kepalanya tersebut.
Mujianto juga menuturkan bahwa mayoritas mata pencaharian masyarakat Desa Ngadas adalah petani dengan kentang sebagai komoditas utama. Dengan begitu, sektor pertanian menjadi sektor yang sangat krusial bagi kehidupan masyarakat Desa Ngadas. Selain sektor pertanian, Desa Ngadas juga unggul dalam sektor pariwisata yang menonjolkan pada aspek budaya.
Lain halnya dengan Timbul, Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Dewi Adas, yang menjelaskan tentang keunikan kebudayaan Masyarakat Ngadas. Budaya yang unik ini digunakan sebagai pengait minat pelancong untuk datang.
“Memang utamanya tentang budaya dan adat kami yang kita branding. Yakni bahwa kita (red. masyarakat Desa Ngadas) memiliki bahasa sendiri yakni Bahasa Tengger, kemudian cara berpakaian yang khas yakni udeng dan sarung. Selain itu juga terdapat tradisi berupa ritual adat seperti saat upacara yang bersifat umum seperti Kasada, Karo, dan Unan-Unan. Serta upacara yang sifatnya individu seperti Walagara, Entas-entas, Tugel Kuncung, dan juga terkait dengan pertanian saat akan menanam dan panen itu ada ritualnya,” ucap Timbul sembari menawarkan makanan.
Sebagai Ketua Pokdarwis, timbul juga menjelaskan paket wisata yang ditawarkan pokdarwis dewi adas. Terdiri dua paket yakni Classic dan Tour Jalur Leluhur. Harga yang ditawarkan dari kedua paket tersebut start from Rp 450.000 per orang dengan satu rombongan minimal 5 orang.
Masing-masing paket menawarkan program Sharing Budaya Tengger dan Safari Agro. Akan tetapi, perbedaan dari kedua paket tersebut terletak pada program akhir yang dipilih. Pada paket Classic akan di akhiri dengan perjalanan sunrise ke Gunung Bromo menggunakan mobil Jeep. Sedangkan paket Tour Jalur Leluhur menawarkan perjalanan menyusuri jalur leluhur masyarakat Ngadas tempo dulu ketika menuju ke Pura Luhur Poten Bromo dalam Upacara Kasada dengan berjalan kaki. Ketika sudah sampai di dekat Goa Widodaren, nantinya rombongan akan di jemput kembali ke Ngadas dengan mobil Jeep.
Meskipun kebudayaan dan letak pemandangan yang ikonik menjadi daya jual wisata di desa ini, tidak menutup kemungkinan Desa Ngadas juga mengalami beberapa tantangan dalam pengoptimalan ekowisata. Contohnya, sentra buah tangan yang belum memiliki brand serta packaging yang menarik, seperti yang dijelaskan Kepala Dusun Ngadas, Pergianto, Di kantornya. Pergianto menerangkan permasalahan tersebut dikarenakan jual komoditas kentang yang masih bersifat grosiran atau kentang mentah.
“Melihat masyarakat Wonosobo, Dieng yang sudah bisa menyuguhkan oleh-oleh kepada tamu dari produksi lokal, kita juga pinginnya seperti itu. Utamanya untuk meningkatkan income masyarakat yang terintegrasi antara pertanian dan pariwisata. Mungkin bahan bakunya tidak perlu beli lagi karena sudah ada di sini,” tambahnya.
Meski begitu, Desa Wisata Adat Ngadas tetap worth it untuk disinggahi sembari menikmati keindahan Gunung Bromo. Dengan kekayaan alam dan budayanya, hal ini dapat memperkaya keilmuan yang tidak diperoleh di tempat lain. Siapa sangka di tengah dinginnya destinasi Gunung Bromo, terdapat desa dengan berbagai kebudayaan banyak membawa kehangatan bagi wisatawan.
Narasumber :
- Mujianto, Kepala Desa Ngadas
- Pergianto, Kepala Dusun Ngadas
- Timbul, Ketua Pokdarwis Dewi Adas
Penulis : Nisrina Marlita
Dokumentasi : Faiz Ashif dan Nisrina Marlita
Editor : Cahyani