Mengenal Lebih Dalam tentang Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual adalah segala aktivitas yang merendahkan, menghina, menyerang, secara paksa yang berkaitan dengan tubuh seseorang menggunakan nafsu dan hasrat tanpa persetujuan orang tersebut. Pelaku kekerasan seksual bisa dilakukan oleh siapa saja baik keluarga, kerabat, teman, tetangga, rekan kerja maupun seseorang yang tidak dikenal. Perilaku ini bisa saja dilakukan baik oleh anak-anak ke orang dewasa, orang dewasa ke anak-anak, anak-anak ke sesamanya, maupun orang dewasa pada sesamanya. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO, kekerasan seksual dapat diartikan sebagai segala perilaku yang dilakukan dengan tujuaun seksualitas atau organ seksual seseorang tanpa mendapatkan persetujuannya, dan memiliki unsur paksaan atau ancaman. Pelaku kekerasan seksual tidak terbatas oleh gender dan hubungan dengan korban.
Menurut komnas perempuan terdapat 15 bentuk kekerasan seksual antara lain pemerkosaan; Intimidasi Seksual termasuk Ancaman atau Percobaan Perkosaan; Pelecehan Seksual; Eksploitasi Seksual; Perdagangan Perempuan untuk Tujuan Seksual; Prostitusi Paksa; Perbudakan Seksual; Pemaksaan perkawinan, termasuk cerai gantung; Pemaksaan kehamilan; Pemaksaan aborsi; Pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi; Penyiksaan seksual; Penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual; Praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasi perempuan; Kontrol seksual, termasuk lewat aturan diskriminatif beralasan moralitas dan agama. Beberapa poin tersebut bukanlah hasil final dari contoh kekerasan seksual, karena ada kemungkinan diluar sana terdapat sejumlah kekerasan seksual yang masih belum diketahui namun masih terbatas oleh informasi.
Lain halnya dengan pelecehan seksual. Pelecehan seksual merupakan bagian dari kekerasan seksual. Pelecehan seksual merupakan perilaku spesifik dari kekerasan seksual yang bersifat seksual, yang tidak diinginkan dan tidak dikehendaki oleh penerima pelecehan. Pelecehan seksual dapat berbentuk kekerasan fisik, namun bisa juga berbentuk seperti pemaksaan pada seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak diinginkan. Selain itu, dapat juga berbentuk verbal yang bernada seksual (yang tidak diinginkan).
Kekerasan seksual merupakan kasus yang umumnya sulit untuk diungkap karena sering dikaitkan dengan konsep moralitas masyarakat. Dari kebanyakan kasus, korban seringkali disalahkan sebagai penyebab terjadinya kekerasan seksual. Dari kacamata masyarakat perempuan dianggap sebagai simbol kehormatan, namun hal ini bisa seketika berubah menjadi aib ketika mengalami kekerasan seksual. Sebagai contoh jika korbannya perempuan maka yang disalahkan pakaiannya. Berdasarkan survei yang telah dilakukan oleh Rika Rosvianti (Neqy) dari organisasi perEMPUan menemukan fakta bahwa mitos tentang jenis pakaian korban tidak bisa menjadi alasan seseorang melakukan pelecehan seksual. Kejadian pelecehan seksual justru banyak terjadi pada jenis pakaian yang beragam. seperti rok dan celana panjang (18%), baju lengan panjang (16%), seragam sekolah (14%), hijab (17%), dan baju longgar (14%).
Hal ini tidak hanya terjadi pada perempuan, laki-laki juga bisa menjadi korban kekerasan seksual. Pelecehan seksual identik dengan pelaku yang berkelamin laki-laki sedangkan si korban adalah perempuan. Namun pernyataan ini tentu tidak bisa dibenarkan, karena kasus pelecehan juga terjadi pada laki-laki. Kilas balik pada awal tahun 2020 yang mengundang perhatian dunia saat nama Reynhard Sinaga yang merupakan warga Indonesia menjadi tersangka pemerkosaan lebih dari 100 pria di Manchester. Beberapa di antara korban bahkan masih berusia remaja dengan rentang usia sekitar 16-20 tahun. Hal ini membuktikan bahwa kekerasan seksual tidak tergantung pada gender.
Banyak faktor yang membuat korban bungkam atas pelecehan seksual atau kekerasan seksual yang dialaminya antara lain yaitu ketidaktahuan bahwa perilaku yang diterima termasuk kedala pelecehan seksual maupun kekerasan seksual, perasaan malu atas perilaku yang diterima yang akhirnya menimbulkan perasaan bersalah atas apa yang terjadi seperti cara berpakaian, gaya hidup dan lain-lain. terjebak pada perasaan penyesalan karena pada saat kejadian tidak mampu menghhentikan pelecehan tersebut, penyangkalan karena tidak mau mempercayai kenyataan yang telah terjadi. Selain itu defence mechanism dimana korban merasa masalah ini bukanlah persoalan yang besar, tidak siap menerima pendapat orang lain atas kejadian yang dialaminya.
Kekerasan seksual memberi banyak dampak pada korban yang menerima kekerasan tersebut. Mulai dari dorongan untuk bunuh diri, gangguan fungsi reproduksi, terjangkit penyakit menular seksual, perilaku cenderung berubah, luka secara fisik, stigma negatif dari masyarakat, kehamilan yang tidak diinginkan, trauma, stres, fobia, dan emosi negatif lainnya.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah dan menangani perempuan sebagai korban kekerasa seksual adalah melalui pelatihan asertif. Menurut (Noviani et al., 2018) pelatihan asertif sebagai upaya preventif yang bersifat meyeluruh bagi perempuan sehingga mereka tidak menjadi korban kekerasan seksual. Asertif merupakan suatu kemampuan yang digunakan untuk mengkomunikasikan apa yang diinginkan atau dipikirkan kepada orang lain dan tetap menjaga dan menghargai perasaan orang lain. Upaya tersebut dilakukan dengan cara, pelatihan asertivitas melalui pengembangan self esteem dengan melibatkan perasaan-perasaan yang positif pada individu yang mengalami kesulitan untuk melakukan tindakan yang layak dan benar. Kegiatan ini diberikan pada korban sehingga mereka dapat mengekspresikan diri secara penuh, terbuka dan tanpa rasa takut akan ejekan maupun rasa bersalah, dengan tujuan korban dapat secara tegas menyatakan apa yang dirasakannya dan mampu bertindak secara adaptif dan tepat tanpa melukai perasaan orang lain, meninggalkan perilaku negatif yang membahayakan dirinya. Selain itu, juga perlu adanya analisis dimana kekerasan seksual tidak boleh hanya dilihat dari satu sisi laki-laki atau perempuan saja, melainkan dari sisi keduanya. Selain itu, menurut (Setiawan dan I Wayan, 2017) upaya lain yang dapat dilakukan dengan cara melakukan sosialisasi mengenai pendidikan, pembinaan dan penyadaran masyarakat umum mengenai berbagai bentuk kekerasan seksual dan upaya represif dengan cara memberantas tindak kekerasan seksual yang diwujudkan melalui tindak pidana.
Penulis: Nafisya Haura Danya
Editor : Shanti R.P
Ilustrasi oleh Edi Wahyono/detikcom
Referensi
K, Serenata. Apa Perbedaan Pelecehan Seksual dan Kekerasan Seksual. https://www.orami.co.id/magazine/apa-perbedaan-pelecehan-seksual-dan-kekerasan-seksual/
KOMNAS Perempuan. https://www.komnasperempuan.go.id/file/pdf_file/Modul%20dan%20Pedoman/Kekerasan%20Seksual/15%20BTK%20KEKERASAN%20SEKSUAL.pdf
MaPPI FH UI. kekerasan seksual. http://mappifhui.org/wp-content/uploads/2018/10/MaPPI-FHUI-kekerasan-seksual.pdf
N.K. Endah Triwijati. Pelecehan Seksual: Tinjauan Psikologis. Fakultas Psikologi Universitas Surabaya
Noviani, UZ, Rifdah Arifah, Cecep, SHumaedi. 2018. Mengatasi dan Mencegah Tindak Kekerasan Seksual pada Perempuan dengan Pelatihan Asertif. Jurnal Penelitian dan PPM. 5(1): 48-55.
WHO. https://www.who.int/violence_injury_prevention/violence/global_campaign/en/chap6.pdf
Setiawan, I Putu Agus dan I Wayan Novy Purwanto. 2017. Faktor Penyebab dan Upaya Penanggulangan Kekerasan Seksual terhadap Anak dalam Lingkup Keluarga (Incest) (Studi di Polda Bali) file:///C:/Users/user/AppData/Local/Temp/51009-1045-116100-1-10-20190711.pdf. Diakses pada 29 Maret 2021.