Pembungkaman Kebebasan Berpendapat dan Kriminalisasi Kita

Pembungkaman. Ilustrasi: instagram.com/ ppmimalang
Korban-korban terjerat pasal pencemaran nama baik kembali muncul, terbaru Dandhy Dwi Laksono dilaporkan. Dandhy Dwi Laksono bukanlah nama pertama yang dilaporkan, ada nama-nama lain yang dilaporkan dalam kasus yang serupa. Mulai sastrawan, aktivis, hingga komedian terlapor pencemaran nama baik.

 

Salam Perlawanan!
Dalam 3 tahun terakhir, beberapa kasus dan tuduhan pencemaran nama baik dari tulisan di media sosial muncul dilaporkan ke kepolisian. Maret, 2015 Saut Situmorang, sastrawan Yogyakarta, juga dilaporkan atas tuduhan pencemaran nama baik kepada Fatin Hamama terkait status Saut di laman Facebook-nya. Beberapa bulan setelahnya, Oktober 2015, giliran Adlun Fiqri, aktivis literasi di Ternate terancam dipenjarakan karena tuduhan pencemaran nama baik terhadap Lembaga Kepolisian. Pada November 2015, Muhadkly Acho, stand up comedy-an berusia 33 tahun yang mencoba menyampaiakan kegelisahannya kepada pengembang Apartmen Green Pramuka City lewat blog pribadinya. Ia menuliskan kekecewaannya terhadap beberapa hal terkait pengelolaan apartemen yang dirasa merugikannya sebagai konsumen. Namun tidak disangka, apa yang ia lakukan itu berbuah naas, Acho sapaannya dilaporkan atas tuduhan pencemaran nama baik. Lagi-lagi pasal 27 ayat 3 UU ITE dan fitnah yang diatur pada Pasal 310 – 311 KUHP. Selain beberapa kasus diatas, nampaknya masih banyak lagi warga negara terjerat tuduhan yang hampir serupa itu; pencemaran nama baik, ujaran kebencian dan lain sebagainya. Southeast Asian Freedom of Expression Network (Safenet) saja mencatat, setidaknya ada 177 kasus pemidanaan berdasarkan UU-ITE selama 2008-2016. Selain itu, Safenet menyebut ada 50 peristiwa pelanggaran atas hak berkumpul dan berpendapat di Indonesia yang terjadi sejak Januari 2015 sampai Mei 2016.

 

Beberapa waktu terakhir, Dandhy Dwi Laksono, jurnalis sekaligus pendiri Watchdoc Documentary Maker dilaporkan oleh DPD Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem) Jawa Timur. Ia dilaporkan atas tuduhan menghina dan menebarkan kebencian pada Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri dan Presiden Joko Widodo. Itu terkait dengan artikel Dandhy berjudul “Suu Kyi dan Megawati” yang ia tulis dilaman Facebooknya.

 

Tentu ini bertolak belakang dengan keinginan UUD 1945 yang menjamin kebebasan berpendapat bagi warga negara. Kebebasan berpendapat, berekspresi dan berserikat merupakan hak konstitusional warga negara yang semestinya dijamin oleh negara. Pasal 28 F UUD 1945 mengizinkan setiap warga negara Indonesia untuk menyampaikan gagasannya sekaligus memperoleh informasi dengan bebas dan tentunya tanpa tekanan dari siapapun. “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.”

 

Selain itu, Pasal 19 Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia juga jelas melindungi kebebasan berpendapat bagi setiap manusia. Pasal tersebut berbunyi, “ Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat; dalam hal ini termasuk kebebasan menganut pendapat tanpa mendapat gangguan, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan keterangan-keterangan dan pendapat dengan cara apa pun dan dengan tidak memandang batas-batas.

 

 Namun apa yang terjadi hingga hari ini adalah sebuah bentuk pembungkaman terhadap ruang-ruang yang bisa digunakan oleh warga negara. Kebebasan mengemukakakn pendapat sangatlah penting untuk dijamin oleh negara. Bukan tanpa alasan, jika semakin banyak masyarakat umum yang dikriminalisasi dengan penggunaan pasal 27 ayat 3 UU ITE hanya karena mereka berani dan kritis menyuarakan pendapatnya untuk menggugat ketidakadilan ataupun melantangkan kebenaran, hanya akan membuat keberadaan masyarakat semakin khawatir akan hak konstitusionalnya dan tentu saja bisa lebih mengancam berjalannya demokrasi di negeri ini.

 

Oleh karena itu, kami Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Kota Malang yang menghimpun 25 Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) di Kota Malang, beserta Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Malang dan seluruh rekan-rekan yang tergabung, menyatakan sikap:
  1. Mengecam semua pihak yang berupaya membungkam kebebasan berekspresi dan penyampaian pendapat. Sehendaknya wacana dibalas dengan wacana sebagai proses dialektika dan adu gagasan.
  2. Menolak penggunaan UU ITE yang berakibat pada penahanan aktivis, masyarakat, dan sekaligus pemidanaan terhadap warga negara atas nama hak kebebasan berpendapat dan berekspresi.
  3. Kepada seluruh rekan-rekan, masyarakat dan aktivis untuk terus memperjuangkan hak-hak dan tidak tunduk pada ancaman kriminalisasi.
  4. Demikian pernyataan sikap ini kami sampaikan, agar mewaspadai ancaman kebebasan berpendapat dan berekspresi, sekaligus bersama mengawal demokrasi di Indonesia.

Panjang umur perlawanan!

Narahubung:

  • Sekjend PPMI Kota Malang: Faizal Ad Daraquthny  (085748181529)
  • Ketua AJI Malang: Hari Istiawan (081233671799)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Maaf konten ini merupakan hak cipta kami. Untuk menduplikasi karya ini dapat menghubungi kami di redaksi@persmacanopy.com