Aksi Tolak Omnibus Law Mahasiswa Palangkaraya di Tengah Pandemi
Malang-Canopy. Telah berlangsung “Aksi Gerakan 8 Oktober Tolak Omnibus Law” di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Kamis (8/10) di Depan Kantor DPRD Provinsi Kalimantan Tengah yang diikuti oleh berbagai elemen mahasiswa yang ada di kota Palangkaraya. Aksi ini diikuti oleh mahasiswa di seluruh daerah di Indonesia.
Berikut hasil wawancara CANOPY dengan Presiden Mahasiswa BEM Universitas Palangkaraya, Epafras Meihaga, terkait aksi yang telah berlangsung.
Bagaimana jalannya aksi di depan DPRD Provinsi Kalimantan Tengah?
Jadi, titik kumpul awal kita adalah di Sekretariat BEM Universitas Palangkaraya di Jalan Hendrik Timang. Kemudian, kita mengarahkan lagi ke titik kumpul massa aksi di depan Kantor TVRI Provinsi Kalimantan Tengah. Dari situ kita lakukan long march kira-kira sejauh 2 km ke Gedung DPRD Provinsi Kalimantan Tengah. Di tengah perjalanan kita sempat dihadang oleh Kepolisian Resort Kota Palangkaraya. Kita lakukan dialog dan negosiasi agar tetap dapat melakukan aksi di depan Kantor DPRD Provinsi Kalimantan Tengah. Puji Tuhan, kita bersyukur bisa “tembus” tadi dengan catatan syarat tidak anarkis. Kemudian, kita didampingi berjalan dari depan Kantor TVRI langsung menuju ke Gedung DPRD Provinsi Kalimantan Tengah. Satuan Tugas COVID kota Palangkaraya dan Kepolisian Resort Palangkaraya sudah berjaga disana serta sudah terdapat pagar besi (di depan Gedung DPRD-red).
Kalau dirunutkan, bagaimana urutan rangkaian aksi demonstrasi tadi?
Untuk aksi, kita melakukan pembukaan seperti biasa. Pertama, menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, orasi-orasi, setelah itu kita menyampaikan tuntutan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Kalimantan Tengah. Namun, tidak ada jawaban dari mereka maka kami mengeluarkan ultimatum 1×30 menit untuk mereka hadir tetapi sampai waktu (ultimatum-red) itu habis mereka tetap belum hadir disana (di hadapan aksi massa-red). Kami mengecam bahwa jika mereka tidak hadir, gedung DPRD akan kami segel. Kita sempat bernegosiasi sampai 9 kali untuk minta dihadirkan salah satu saja anggota dewan provinsi Kalimantan Tengah tetapi tidak hadir. Makanya kami tadi sempat bersitegang dengan kepolisian, khususnya dengan Kapolres untuk minta dihadirkan [anggota dewan] tetapi tidak bisa hadir. Inilah yang memicu memanasnya aksi di lapangan.
Sempat ada saat tensi memanas ketika aksi berlangsung?
Sempat memanas. Massa aksi menuntut untuk dapat masuk ke dalam gedung DPRD Provinsi Kalimantan Tengah.
Bagaimana respon dan tindak lanjut dari perwakilan anggota DPRD?
Kita hanya bertemu dengan staffnya, dengan catatan staff ini menyampaikan kepada dewan perwakilan rakyat Kalimantan Tengah untuk ditindaklanjuti (tuntutan dari mahasiswa-red) dalam jangka waktu 2×24 jam, 2 hari dari sekarang. Itu akan kita follow up mulai dari sekarang. Jika tidak ditindaklanjuti pada hari kita datang nanti, kita akan turun lagi dengan massa aksi yang lebih besar.
Bagaimana penerapan protokol kesehatan di lapangan tadi?
Kita sudah berusaha menerapkan protokol kesehatan, yang paling kita tekankan adalah penggunaan masker. Terkait physical distancing dan sebagainya sudah berjalan di lapangan. Hal yang tidak dapat dihindari adalah saat berdesakan dengan sesama massa dan aparat. Namun, yang lebih utama dan berbahaya adalah ketika rancangan undang-undang ini telah disahkan menjadi undang-undang yang akan berdampak pada generasi yang selanjutnya. Itu yang lebih berbahaya dari pandemi hari ini.
Massa aksi semuanya aman?
Untuk massa aksi tadi ada beberapa yang ditahan dan ditangkap kemudian kami memaksa untuk dibebaskan dan sudah dibebaskan tadi sebelum kita balik. Ada beberapa juga yang terluka sudah dirawat di Rumah Sakit Bhayangkara. Luka disebabkan oleh beberapa provokator yang hadir di lapangan dan juga ada kontak langsung dengan aparat. Semuanya sudah aman dan terkendali.
Organisasi mahasiswa apa saja yang turut bergabung dalam aksi?
Untuk organisasi terdiri dari Badan Eksekutif Mahasiswa, LSM, Ormas, Organisasi Kepemudaan juga hadir. Kalau dijabarkan lembaga yang hadir, Seruni, GPM, HMI, GMKI, IAIN, BEM FISIP UMP, UNKRIP, IMM, PMKRI PEMBARU, GMNI, KAMMI, KMHDI, dan partisipan lain yang hadir.
Apa poin yang ingin dicapai dari aksi yang dilaksanakan tadi?
Poin yang ingin kita capai adalah pernyataan sikap dari wakil rakyat kita untuk menolak Undang-Undang Cipta Kerja, kemudian mencabut Undang-Undang Cipta Kerja, yang terakhir adalah mendesak Presiden untuk menerbitkan Perpu.
Penulis : Aditya Fadlani
Editor : Shanti R.P