Peran Subsidi Pupuk dalam Mendorong Pembangunan Pertanian dan Meningkatkan Kesejahteraan Petani di Indonesia

Pemerintah Indonesia telah lama menerapkan kebijakan subsidi pupuk dengan memberikan dana untuk mengurangi harga pupuk, sehingga harga pupuk menjadi lebih terjangkau. Tujuan kebijakan subsidi ini adalah agar petani dapat membeli pupuk sesuai dengan kebutuhan lahan produksi mereka dan untuk meningkatkan produktivitas tanah dan tanaman, serta meningkatkan ketahanan pangan nasional. Namun, terdapat beberapa permasalahan yang muncul adalah kelangkaan pupuk di beberapa daerah, lonjakan harga pupuk di atas harga eceran tertinggi, penyelundupan pupuk ke luar negeri, dan perembesan pupuk bersubsidi ke pasar pupuk non-subsidi dan antar wilayah yang menyebabkan kenaikan harga pupuk. (Kariyasa dan Yusdja, 2005).

Pada tahun 2020, pemerintah Indonesia menganggarkan subsidi pupuk sebesar Rp 26.627,4 miliar untuk pupuk sebanyak 7,95 ton (Andini, 2020). Beberapa jenis pupuk yang disubsidi antara lain pupuk Urea, pupuk ZA, pupuk SP-36, pupuk NPK, dan pupuk organik. Penyaluran subsidi pupuk dilakukan melalui PT Pupuk Sriwidjaja (Persero) dan anak perusahaannya, seperti PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, PT Pupuk Kujang, dan PT Pupuk Kalimantan Timur. Penyaluran pupuk subsidi diatur oleh Menteri Perdagangan melalui petunjuk dan peraturan yang telah ditetapkan.

Skema Distribusi Subsidi Pupuk di Indonesia (Darwis dan Supriyanti 2013)

Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan, tanggung jawab penanganan pupuk dari gudang Lini II ke Lini III berada pada produsen pupuk terpilih. Distributor bertanggung jawab atas distribusi dari Lini III ke pengecer (Lini IV), sementara pengecer bertanggung jawab atas penyaluran dari Lini IV ke kelompok tani. Distribusi pupuk ke petani didasarkan pada Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) yang diajukan oleh Pemerintah Dinas setiap awal tahun dan berlaku selama satu tahun (Darwis dan Supriyanti 2013).

Subsidi pupuk dapat membangun pertanian di Indonesia dengan menerapkan kebijakan yang meningkatkan kontribusinya terhadap keberlanjutan pertanian (Ittersum et al., 2008). Tiga indikator utama dalam mengukur pembangunan pertanian adalah pertumbuhan ekonomi (produksi atau pendapatan), pemerataan pendapatan, dan pengentasan kemiskinan. Pembangunan pertanian harus bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan dari waktu ke waktu. Untuk mencapai efisiensi dalam pembangunan pertanian, penting untuk meningkatkan keunggulan komparatif dalam hal penawaran dan permintaan (Mulyono dan Munibah, 2016). Keunggulan komparatif berkaitan dengan kelayakan ekonomi, sementara keunggulan kompetitif berkaitan dengan kelayakan finansial (Saptana, 2008).

Penanggung jawab Lini IV, yaitu gudang atau kios pengecer di wilayah kecamatan dan/atau desa, mengatur pengadaan dan penyaluran pupuk dengan Harga Eceran Tertinggi (HET). Pupuk ini digunakan dalam sektor pertanian, termasuk untuk tanaman pangan, pakan ternak, perkebunan, hortikultura, dan budidaya ikan (Abdullah dan Hakim, 2011). Pemakaian pupuk memiliki dampak signifikan terhadap produktivitas lahan dan tanaman pertanian. Oleh karena itu, pemerintah mengeluarkan kebijakan subsidi pupuk untuk membantu petani, terutama petani kecil, dalam menekan biaya dan meningkatkan profitabilitas. Subsidi pupuk dapat meningkatkan hasil produksi dan pendapatan petani, yang pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan petani dan terkait dengan pembangunan pertanian.

Subsidi pupuk mendukung peningkatan hasil produksi petani dan pada gilirannya meningkatkan kesejahteraan mereka. Peningkatan produksi dan pendapatan adalah faktor penting dalam pembangunan pertanian. Subsidi pupuk berperan penting dalam memajukan pertanian. Namun, pelaksanaannya harus tetap diawasi agar terus meningkat. Selain itu, pembangunan pertanian juga berkontribusi pada pembangunan ekonomi secara keseluruhan. Pertanian berperan dalam menyediakan surplus pangan, meningkatkan permintaan industri, mendapatkan devisa dari ekspor komoditas pertanian, meningkatkan pendapatan desa, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan (Norton et al., 2006).

Referensi:

Abdullah, M., dan Hakim, L. 2011. Peta Masalah Pupuk Bersubsidi di Indonesia. Jakarta: Pattiro.

Andini, Mutiara Shinta. 2020. Analisis Ringkas Cepat. Pusat Kajian Anggaran Badan Keahlian Sekretariat Jenderal DPR RI 2020.

Darwis, V., dan Supriyati. 2013. Subsidi Pupuk: Kebijakan, Pelaksanaan, dan Optimalisasi Pemanfaatannya. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian, 11(1): 45-50.

Ittersum, M. K. V., Ewert, F., Heckelei, T., Wey, J., Olssom, J. A., Andersen, E., Bezlepkina, I., Brouwer, F., Donatteli, M., dan Flichman, G. 2008. Integrated assessment of agricultural system-a component-based framework for the European Union (SEAMLESS). Journal of Agricultural System, 96: 156-165.

Kariyasa, K., dan Yusdja, Y. 2005. Evaluasi Kebijakan Sistem Distribusi Pupuk urea di Indonesia: Kasus Provinsi Jawa Barat. Jurnal Analisis Kebijakan Pemerintah, 3(3): 201-216.

Mulyono, J., dan Munibah, K. 2016. Strategi Pembangunan Pertanian di Kabupaten Bantul dengan Pendekatan A’WOT. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 19(3): 199-211.

Norton, G. W., Alwang, J., dan Masters, W. A. 2006. Economics of Agricultural Development World Food Systems and Resource Use. Purdue University. Saptana. 2008. Keunggulan Komparatif-Kompetitif dan Strategi Kemitraan. Jurnal Sosial-Ekonomi Pertanian dan Agribisnis, 8(2): 171-195.

Penulis: Isnaini Fatimah

Editor: Diandra Putri

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Maaf konten ini merupakan hak cipta kami. Untuk menduplikasi karya ini dapat menghubungi kami di redaksi@persmacanopy.com