UU SBPB Kejutan Hari Tani

“Sebaliknya, petani kecil tidak lagi mendaftarkan (izin -red) benihnya sepanjang digunakan bagi komunitas petani dalam area satu kabupaten,” tegasnya.

Malang-Canopy. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) baru saja mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan (SBPB) menjadi UU pada Selasa (24/9) bertepatan dengan Hari Tani Nasional. RUU SBPB merupakan pengganti dari UU Sistem Budidaya Tanaman (SBT) nomor 12 tahun 1992 yang dinilai telah usang. Baru disahkan, UU SBPB sudah dipermasalahkan karena menurut kelompok tani berpotensi merugikan petani. Serikat Petani Indonesia (SPI) dalam unggahan di situsnya menyatakan dengan diresmikannya RUU SBPB maka akan mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) karena memberi jalan bagi korporasi-korporasi benih dan pertanian untuk dapat menguasai sumber daya genetik dan benih pada petani kecil.

Massa SPI pada Selasa (24/9) ikut bersama barisan mahasiswa dalam mengawal rapat Paripurna DPR. Hingga saat ini, UU yang telah disahkan tersebut telah di-review oleh Koalisi Kedaulatan Benih Petani dan Pangan. Tercatat, terdapat 22 pasal kontroversial yang perlu direvisi karena dinilai mengebiri hak-hak petani terutama petani kecil. Sejumlah elemen masyarakat akhirnya meminta pengesahan UU SBPB ditunda.

Menurut salah satu anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FBKB) yakni Ibnu Multazam, UU ini dinilai merupakan kado manis untuk menyambut Hari Tani Nasional serta memberikan perlindungan kepada petani kecil. Perbedaan jelas UU SBPB dengan UU SBT menurut penjelasan Ibnu yakni adanya kata “berkelanjutan” yang berarti kegiatan pertanian di Indonesia tidak hanya dilakukan selama 1 atau 2 tahun saja tetapi dalam jangka waktu yang tidak terbatas dan terus menerus. 

Menteri Pertanian (Mentan) RI, Dr. Ir. H. Andi Amran Sulaiman, MP. pada suatu acara santap siang dalam rangka sosialisasi UU SBPB bersama 150 mahasiswa pertanian menyatakan bahwa pernyataan komoditas petani kecil yang dianggap susah berkembang dan mudah dipidana adalah logika yang salah.

“Sebaliknya, petani kecil tidak lagi mendaftarkan (izin -red) benihnya sepanjang digunakan bagi komunitas petani dalam area satu kabupaten,” tegasnya.

Menurut pandangan Mentan, satu petani yang sudah bisa mengedarkan bibit yang dimiliki sendiri sudah termasuk petani yang kaya. Ia menegaskan tidak terima dengan masyarakat yang memelintir dan tidak memahami RUU SBPB. Mentan mengklaim bahwa penyusunan UU ini tidak mudah dan sudah dikerjakan semenjak 3 tahun terakhir dengan melibatkan akademisi, pakar, praktisi, pelaku usaha, kalangan organisasi profesi, dan organisasi kemasyarakatan.

Sosialisasi RUU SBPB

Mentan telah melakukan sosialisasi terkait UU SBPB dan UU Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan pada Jumat (29/9) lalu di Gedung D Kantor Pusat Kementerian Pertanian. Tamu yang diundang yakni seluruh BEM Fakultas Pertanian di Indonesia. Fakultas Pertanian (FP) Universitas Brawijaya (UB) juga memberikan delegasi sebanyak 2 orang yakni ketua umum (Ketum) Himpunan Mahasiswa Perlindungan Tanaman (HIMAPTA) dan ketum Himpunan Mahasiswa Budidaya Tanaman (HIMADATA).

Muchamad Anwar Zainuddin, ketum HIMADATA memberikan keterangan bahwa UU SBPB yang dikeluarkan oleh DPR memang memihak petani kecil. Sebelum sosialisasi, Anwar mengaku sepemikiran jika UU SBPB kurang memihak pada petani kecil. Namun, setelah sosialisasi ketum HIMADATA periode 2019 sependapat dengan apa yang digaungkan oleh mentan.

Sementara itu, perwakilan Dewan Mahasiswa (DEMA) Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) , Willy Medi Christian Nababan pada acara sosialisasi lalu memberikan beberapa pertanyaan kepada “mentan terkait pasal-pasal yang bermasalah. Pasal 29 ayat (3) yang berbunyi “Varietas hasil Pemuliaan Petani kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat diedarkan secara terbatas dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota” menjadi salah satu pasal yang dianggap tidak berpihak kepada petani kecil serta bertentangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 99/PUU/X/2012. Keputusan MK tersebut merupakan hasil uji materi UU SBT yang memperbolehkan peredaran benih oleh petani kecil di seluruh wilayah hukum Indonesia.

Terkait kontra pasal tersebut, Anwar menjelaskan perkataan Mentan bahwa dalam UU SBPB mengatur jika petani kecil memiliki sumber daya genetik (SDG) berupa benih tidak perlu izin, hanya perlu melapor tetapi untuk penyebarannya hanya sebatas wilayah kota/ kabupaten. Petani yang sudah dapat menyebarkan di luar wilayah kota/kabupaten sudah dianggap bukan petani kecil.

Selain pasal 29 ayat (3), Willy juga mempertanyakan pasal 27 ayat (3), akan tetapi karena Mentan ada keperluan lain maka diskusi tidak berlangsung lama dan dilanjutkan pada agenda berikutnya.

Reporter : Aisyah Rizki Harahap
Editor : Naila Nifda A.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Maaf konten ini merupakan hak cipta kami. Untuk menduplikasi karya ini dapat menghubungi kami di redaksi@persmacanopy.com