Status UB Meningkat, akankah UKT Ikut Meningkat?

Malang, CANOPY – Kemarin (29/8) Kastrat BEM FISIP UB 2021 mengadakan diskusi publik yang mengusung topik “Tiba-tiba PTN-BH: Berdikari atau Komersialisasi?”. Diskusi diadakan secara daring melalui video conference zoom yang dihadiri oleh beberapa narasumber diantaranya Dr. Ir. Sudarminto Setyo Yuwono, M.App.Sc Wakil Ketua Tim PTN-BH; Ahmad Imron Rozuli, selaku Wakil Dekan II Bidang Umum dan Keuangan; Novada Purwadi, SH, S.IP, Komite Pendidikan Universitas Brawijaya (UB); Presiden EM UB, Moch Ali Yafie dan Muhammad Nurcholis Mahendra dan Nurul Aulia, selaku presiden dan wakil presiden BEM FISIP UB.

Sejak tanggal 18 Oktober 2021, UB telah resmi ditetapkan sebagai Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN BH) melalui Peraturan Pemerintah Nomor 108 Tahun 2021. PTN BH adalah perguruan tinggi negeri yang didirikan oleh pemerintah yang berstatus sebagai badan publik yang otonom. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi Pasal 65 ayat (3), PTNBH yang dimaksud memiliki:

  1. Kekayaan awal berupa kekayaan negara yang dipisahkan kecuali tanah;
  2. Tata kelola dan pengambilan keputusan secara mandiri;
  3. Unit yang melaksanakan fungsi akuntabilitas dan transparansi;
  4. Hak mengelola dana secara mandiri, transparan, dan akuntabel;
  5. Wewenang mengangkat dan memberhentikan sendiri dosen dan tenaga kependidikan;
  6. Wewenang mendirikan badan usaha dan mengembangkan dana abadi; dan
  7. Wewenang untuk membuka, menyelenggarakan, dan menutup program studi.

Perubahan status UB menjadi PTN BH menimbulkan banyak kekhawatiran dikalangan mahasiswa. Salah satunya Muhammad Nurcholis Mahendra, “Dimana jika suatu PTN masih berstatus BLU maka otonomi APBN level kedua sehingga seluruh otonomi yang dikelola kemudian dilaporkan pada pemerintah (pendanaan 70%). Sedangkan BH berarti otonomi APBN dikelola sepenuhnya sehingga dana subsidi yang diberikan pemerintah menurun (Pendanaan 20%). Sehingga UKT ditingkatkan untuk menutup kekurangan dana.”

Selain itu, Nurul Aulia juga menambahkan, “Kegiatan wirausaha mahasiswa juga akan tersaingi dengan perusahaan-perusahaan besar yang akan bekerja sama dengan UB. Sehingga muncul pertanyaan, apakah birokrat dan dekanat dapat membuat regulasi yang menguntungkan mahasiswa dalam bidang wirausaha?”

Novada Purwadi, SH, S.IP menyampaikan beberapa sisi negatif dari PTN BH, yaitu pajak, potensi dosen yang lebih memprioritaskan pekerjaan di badan usaha, naiknya biaya kuliah, prioritas kampus untuk menjaga independensi finansial, turunnya minat mahasiswa untuk mencari ilmu dan berubahnya orientasi pendidikan menjadi pragmatis-entrepreneurial.

Ahmad Imron Rozuli menjawab keresahan tersebut, “Komersialisasi diasumsikan hanya memperoleh pendapatan saja. Sehingga isu komersialisasi pendidikan tidak akan terjadi, maka dari itu kita dapat memperoleh pendapat-pendapatan diluar mahasiswa. UB akan memanfaatkan badan usaha lain sehingga biaya pendidikan tidak meningkat. Komersialisasi tersebut diperoleh dari pemanfaatan hasil penelitian dan teknologi. Sehingga dapat mengurangi pengeluaran hal-hal yang tidak dibutuhkan.”

Beliau juga menambahkan, “Dengan menjadi PTN BH kemudahan layanan dan reformasi birokrasi akan diperoleh mahasiswa, sehingga punya nilai lebih. Selain itu dapat mengembangkan beberapa corner yang berkaitan upaya wirausaha mahasiswa secara ekonomi dan sosial. Kami (birokrat dan dekanat -red) juga bekerja sama dengan pihak lain untuk memperoleh sertifikasi,”

“Tanpa PTN BH banyak instansi yang menaikkan UKT. Namun, kekhawatiran menaikkan UKT untuk menutup biaya itu juga logis. Secara pribadi, saya lebih suka tidak ada kenaikan UKT, karena pandemi seperti ini sangat tidak elok menaikkan UKT. Namun, saya tidak tahu pasti akan ada perubahan UKT atau tidak, karena hingga saat ini belum ada terbentuk tim penyusun, silahkan kalian (mahasiswa -red) berikan masukan-masukan pada para petinggi universitas yang akan dipertimbangkan dalam penyusunan peraturan.” pungkas Dr. Ir. Sudarminto Setyo Yuwono, M.App.Sc.

Sebagai penutup para mahasiswa berharap “Jangan jadikan PTN BH menjadi ajang komersialisasi pendidikan. Perubahan status yang menjadikan alasan kenaikan UKT. Transparansi kebijakan perlu diterapkan.”

Penulis dan Editor : Shanti Ruri Pratiwi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Maaf konten ini merupakan hak cipta kami. Untuk menduplikasi karya ini dapat menghubungi kami di redaksi@persmacanopy.com