Diskusi Publik Perempuan dan Alam: Mulai Kerusakan Lingkungan Hingga Konsep Kesetaraan

Masih dalam nafas memperingati Hari Perempuan Internasional atau International Women’s Day, WALHI Jatim  menggandeng Women Ngalam menggelar diskusi publik dengan tajuk “Perempuan dan Alam” pada Sabtu (9/3). Meski rintikan hujan terus turun, tak menghilangkan semangat juang diskusi yang bertempat di Kopi Tani, Dau ini. Acara ini dipandu oleh Pradipta Indra dari WALHI Jatim selaku moderator serta pemantik diskusi 3 perempuan hebat; Lila Puspita dari WALHI Jatim, Aula Rahma dari KHM Malang, dan Miri Pariyas selaku pegiat isu lingkungan. Isu yang dibincangkan berkutat pada hubungan perempuan dan alam serta perjuangan para perempuan dalam mempertahankan ruang hidupnya. 

Pemantik pertama Lila Puspita, menjelaskan tentang gambaran kerusakan lingkungan di Jawa Timur, dimana terjadi pembagian koridor, yakni koridor utara, tengah, dan selatan yang mana masing-masing koridor tersebut terancam oleh pembangunan dan pertambangan. “Kita lihat rentetan gunung berapi di Jawa Timur yang hari ini juga sedang terancam oleh proyek-proyek strategis nasional, salah satunya yakni pembangkit listrik tenaga panas bumi atau geotermal,” terang Indra mengulang materi dari Lila. Lila juga menyampaikan Pulau Madura dan pulau kecil disekitarnya tengah terancam oleh berbagai proses pertambangan. 

Miri Pariyas kemudian menambahkan tentang ketimpangan pembangunan, dimana terdapat korelasi model pembangunan yang tak hanya menimbulkan ketimpangan ekonomi, tapi juga menimbulkan ketimpangan pembangunan. Beberapa daerah pinggiran dimanfaatkan untuk membangun daerah lain dengan beberapa akses hanya berada di satu titik. Setelahnya, Miri membicarakan tentang keberlangsungan generasi. Hal yang terjadi pada perempuan dan alam saat ini juga dapat berakibat pada generasi yang akan datang. Sumberdaya yang ada kini dapat dinikmati dengan baik sedangkan untuk masa depan umat manusia hanya mewarisi cerita dan teori. 

Terakhir Aula Rahma yang membicarakan tentang ruang hidup. Dimana ruang-ruang publik, seperti toilet umum, punden, sumber, dan tempat-tempat komunal yang menjadi tempat bertukarnya relasi dan informasi sebelum adanya jejaring media sosial. “Saya sepakat dengan Mbak Aula, kalau ruang hidup itu konteksnya luas, saya punya pengalaman di tempat mandi umum, kalau di Jawa namanya jeding umum, jangan-jangan kita hanya melihatnya sebagai tempat untuk nyuci. Apakah kita pernah melihatnya sebagai tempat pertemuan relasi sosial dan bertemu informasi,” tambah Indra. 

Diskusi dilanjutkan dengan dialog interaktif dengan para audiens. Dialog dua arah ini pun membahas banyak perspektif, dari pengalaman seorang mahasiswa asal Trenggalek yang kawasan tempat tinggalnya terancam oleh proyek tambang emas dan bendungan. Kemudian pemaknaan tentang konsep patriarki, kesetaraan gender, tindakan kekerasan seksual, hingga ruang aman untuk para perempuan. Masih dengan suasana rintikan hujan dan hawa dingin, diskusi ditutup dengan tetap membawa semangat juang para perempuan.

 

Penulis: Raditya Mandala dan Nisrina Marlita

Dokumentasi: Nisrina Marlita

Editor: Danendra Reza

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Maaf konten ini merupakan hak cipta kami. Untuk menduplikasi karya ini dapat menghubungi kami di redaksi@persmacanopy.com