Hari Air Sedunia : Air di Lakardowo sudah Tak Layak

Air merupakan komponen penting bagi sebuah kehidupan, tanpa air sebuah makhluk hidup tidak akan bisa melasungkan hidupnya.  Ketersediaan air adalah hak bagi seluruh masyarakatnya dan dijamin oleh negara.  Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 33 ayat 3 menyatakan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pasal ini bermakna negara menjamin setiap warga negara untuk memperoleh hak atas air. Di tingkat internasional, hak atas air diperkuat dalam UN Declaration of Human Right of Water. Secara umum, deklarasi tersebut menjelaskan bahwa hak asasi manusia tentang air diperlukan untuk menjamin kehidupan manusia yang bermartabat.

Tingkat pertumbuhan dan kepadatan penduduk yang tinggi tentunya dapat berimplikasi terhadap akses untuk memperoleh air bersih. Ketersediaan air yang digunakan untuk kebutuhan sehari hari yaitu air tawar sangatlah kecil dibandingkan air laut yang melimpah.  Sumber air tawar yang paling besar berada didalam tanah, sebagian besar telah diambil dan dieksploitasi oleh manusia ternyata jumlahnya sangat kecil. Sumber air tanah banyak dibutuhkan mulai dari sektor pariwisata, properti (hotel, apartemen), industri, dan lain-lain. Sehingga pada beberapa kota besar dengan tingkat populasi penduduk yang padat seringkali mengalami krisis tersedianya air bersih, salah satunya disebabkan oleh pencemaran limbah industri. Hal ini dikarenakan dalam melakukan produksinya, industri menghasilkan hasil sampingan berupa limbah baik itu berbentuk padat, cair, maupun gas. Umumnya jumlah limbah yang dihasilkan oleh industri berbanding lurus dengan jumlah produksinya.

Tercemarnya air bersih oleh limbah akibat aktivitas industri menjadi rentetan kasus panjang di Indonesia.  Air sebagai komponen lingkungan yang seharusnya dapat diamanfaatkan untuk kebutuhan hidup malah tercemar sehingga tidak dapat dimanfaatkan dan digunakan lagi. Desa Lakardowo menjadi salah satu desa yang air nya tercemar oleh aktivitas industri yang dilakukan oleh PT Putra Restu Ibu Abadi (PRIA). PT PRIA merupakan suatu perusahaan yang bergerak di bidang jasa pengolahan dan pemanfaatan limbah berbahan berbahaya dan beracun (B3) yang beroperasi di desa Lakardowo, kecamatan Mojokerto. Sembilan tahun beroperasi, perusahaan ini telah mencemari sumber air, yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan oleh warga desa Lakardowo, serta mencemari kualitas udara yang berasal dari debu sebab lalu lalang  truk pengirimian ke Industri dan asap pembakaran limbah. Tidak hanya itu, adanya PT PRIA juga mempengaruhi kualitas kesehatan warga desa Lakardowo. 

Kualitas air di lakardowo sangatlah tidak layak karena sumur-sumur warga mempunya nilai kadar TDS diatas 1000 mg per liter. Hal ini tidak sesuai dengan baku mutu yang ditetapakan oleh pemerintah melalalui Peraturan Menteri Kesehatan nomor 402 tahun 2010 yakni yakni maksimum 1000 mg per liter untuk digunakan sebagai kebutuhan konsumsi. Ini disebabkan saat pembangunan lokasi PT PRIA termasuk dalam kategori tanah yang memiliki kelerengan tinggi atau jurang sehingga perlu meratakan tanah tersebut. PT PRIA sama sekali tidak mendatangkan tanah lain dan material keras untuk melapisi tanah tersebut, namun langsung memasukan dan menimbun bahan limbah seperti limbah batu bara, limbah padat dan cair lainnya. Sehingga hal inilah yang dicurigai warga mencemari kualitas air mereka.

Dampak yang ditimbulkan tercemarnya air mulai dari sektor pertanian, dimana banyak tanaman warga yang menguning dan mongering sehingga gagal berbuah dan terjadinya penurunan produksi. Selain itu banyak masyarakat terserang penyakit dermatitis atau iritasi kulit yang diderita 432 warga desa Lakardowo selama November 2016 hingga Januari 2017. Mayoritas warga yang terserang penyakit kulit adalah anak-anak dan perempuan. Melihat situasi tersebut masyarakat tidak tinggal diam, mereka melakukan unjuk rasa beberapa kali didepan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Mojokerto, Pemerintah Kabupaten Mojokerto, Kantor Gubernur Jawa TImur, bahkan sampai Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Ditengah krisis air bersih masyarakat Lakardowo harus iuran secara suka rela untuk mendapatkan air bersih dari Pacet, Mojokerto agar bisa tetap melanjutkan aktivitas sehari hari. Namun, tak sedikit juga yang terpaksa menggunakan air sumur untuk mandi.

PT PRIA merupakan satu dari sekian potret pemerintah yang lebih mengedepankan industrialisasi. Hal itu dinilai mampu menggenjot perekonomian secara cepat daripada tersedianya akses air bersih dan sehat bagi masyarakat Lakardowo. Kurang tegasnya penegakan peraturan hingga pengolahan limbah yang tidak sesuai standar menjadikan masyarakat dan lingkungan sebagai korban. Seharusnya negara mampu menjamin hak atas air bersih dan kemudahan akses bagi seluruh lapisan masyarakat yang terjamin dalam ruang hidup dan lingkungan yang sehat. Sebagaimana pasal 9 ayat 3 UU tersebut yang berbunyi, “Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat”. Cacatnya prosedur hukum dan perizinan hingga implementasi kebijakan yang buruk merupakan rentetan penyebab tercemarnya air yang merampas hak atas air bagi masyarakat.

Referensi

Wahana Lingkungan Hidup. 2017. Database Krisis Ekologi di Jawa Timur,  http://datakrisis.walhijatim.or.id/reports/view/133

Penulis : Wikan Agung Nugroho

Editor : Naila Nifda Amalia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Maaf konten ini merupakan hak cipta kami. Untuk menduplikasi karya ini dapat menghubungi kami di redaksi@persmacanopy.com