EM UB Menolak Keras Pembungkaman Kebebasan Berpendapat Mahasiswa Oleh WR III
Malang-Canopy (21/6), Eksekutif Mahasiswa (EM) Universitas Brawijaya melalui Aliansi Mahasiswa Resah (AMARAH) Brawijaya mengadakan konsolidasi mengenai “Kebijakan Wakil Rektor III Ancaman bagi Demokrasi Mahasiswa di Kampus Biru Brawijaya” di Lapangan Rektorat Universitas Brawijaya. Dalam kesempatan tersebut, EM UB menggandeng DPM UB serta mengundang 27 jajaran lembaga pers dari lingkup internal UB maupun media eksternal.
Ketua Umum DPM UB, Rifco Foseptin, membuka pertemuan sore itu dengan menyampaikan materi, di mana ia menjelaskan bahwa kebebasan akademik adalah hal yang fundamental. Rifco Foseptin menyatakan, “Menurut UUD 1945, dengan jelas menyebutkan bahwa setiap warga termasuk mahasiswa memiliki kebebasan untuk berpendapat, berserikat, dan berkumpul.”Tutur Rifco. Berdasarkan dasar konstitusi tersebut, harusnya pejabat rektorat, terkhusus Wakil Rektor III, Bapak Setiawan menjaga paradigm pembebasan akademik dan merawat manifestasinya, bukan malah menjadi actor dalam pembungkaman kebebasan tersebut.
Selanjutnya, Presiden EM UB, Rafly Rayhan Al Khajri meneruskan pembicaraan bahwa “Semenjak peralihan PTN-BH itu adalah upaya negara melepaskan sebagian kewajiabannya dan mencengkram kampus kita lebih kuat”, ucap Rafly.Melalui kehadiran EM, DPM, LPM, dan lembaga kedaulatan lainnya dalam lingkungan UB, apa yang kita lakukan hari ini menjadi antitesa terhadap sistem pemerintahan yang ada. Jika negara mengkhianati hak-hak universal, kami sebagai pemerintahan mahasiswa harus berdiri di atas hak-hak rakyat, membela kepentingan rakyat, kepentingan sesama mahasiswa, dan nilai-nilai universal.“Besok kita akan tetap ada dan akan terus berlipat ganda”, harap Rafly.
Menurut Rafly, aksi penolakan mahasiswa Universitas Brawijaya terhadap pemberian gelar Honoris Causa (HC) kepada Erick Thohir, yang merupakan Menteri BUMN pada 3 Maret 2023, telah memicu problematika. Rafly menyatakan bahwa setelah aksi tersebut, mereka mulai mengalami kesulitan dalam memanfaatkan fasilitas kampus dan proposal kegiatan EM UB yang mereka ajukan tidak berhasil mendapatkan pendanaan sesuai harapan.
Selain itu, EM UB melakukan aksi demonstrasi usut tuntas Tragedi Kanjuruhan di masa lalu yang menyebabkan pihak WR III tidak menerima jika UB terlibat dalam perkara Kanjuruhan. EM UB merespons hal tersebut dengan mengkritik secara terbuka melalui media sosial dan melakukan kajian Pancasila mengenai implementasi demokrasi yang sebagian orang menanggap telah terciderai di Kampus Biru Brawijaya. Rafly mengungkapkan, “Pasca rentetan problematika tersebut, WR III memanggil kami atas tindakan yang kami lakukan pada 5 Juni 2023. Dalam forum tersebut, pihak yang meminta kami untuk menghapus semua kritik yang kami unggah di media sosial, namun kami menolak untuk melakukannya.
Rafly berpendapat bahwa pihak WR III telah memutuskan untuk membekukan EM UB karena EM UB memberikan respons yang kontra terhadap permintaan WR III. Meskipun demikian, secara langsung oleh WR II tidak mengumumkan pembekuan tersebut. Namun, dengan tegas Rafly mempunyai data dan fakta untuk membuktikan anggapan akan pembekuan tersebut.
Di penghujung diskusi, Bu Diah, dosen Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya menyatakan keberpihakannya kepada mahasiswa dan turut mengawal pergerakan yang mahasiswa lakukan. “ Sebab, hal ini merupakan bagian dari pembelajaran mata kuliah mengenai kebebasan akademik mahasiswa”, tegasnya.
Setelah diskusi berakhir, pada 22 Juni 2023, puncak perlawanan terjadi dengan dilaksanakannya pengesahan Piagam Kedaulatan Mahasiswa di depan pintu Rektorat. Rafly mengatakan, “WR III harus menandatangani piagam tersebut sebagai bentuk solidaritas dan dukungan WR III terhadap mahasiswa.”
Namun, pada hari tersebut, WR III menolak secara langsung untuk menandatangi piagam tersebut di hadapan para mahasiswa. “Saya perlu memahami isi dari piagam ini, baru kemudian bisa saya tanda tangani.” Ungkap Pak Sakti.
Penulis: Puguh Prastiyo
Editor: Diandra Putri