Reforma Agraria Bagi Kesejahteraan Petani
“Tanah tidak boleh menjadi alat penghisapan, Tanah untuk Tani! Tanah untuk mereka yang betul-betul menggarap tanah!”
(Bung Karno)
Reforma Agraria merupakan implmentasi dari mandat Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (TAP MPR RI) Nomor IX/MPR/2001 Tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Keputusan MPR RI Nomor 5/MPR/2003 tentang Penugasan kepada MPR-RI untuk Menyampaikan Saran atas Laporan Pelaksanaan Keputusan MPR-RI oleh Presiden, DPR, BPK dan MA pada Sidang Tahunan MPR-RI Tahun 2003. Salah satu butir saran dimaksud kepada Presiden Republik Indonesia, terkait dengan perlunya Penataan Struktur Penguasaan, Pemilikan, Pemanfaatan dan Penggunaan Tanah.
Namun kenyataannya dilapang berbeda. Kasus persengketaan lahan terjadi di berbagai daerah. Sengketa tanah banyak terjadi karena adanya sebuah benturan kepentingan antara satu pihak dengan pihak lainnya. Sadar akan pentingnya tanah untuk tempat tinggal atau kepentingan lainnya menyebabkan tanah yang tidak jelas kepemilikannya masih ada yang diperebutkan bahkan ada yang sudah jelas kepemilikannya pun masih ada yang diperebutkan. Semuanya berdasarkan asas kepentingan.
Seperti halnya kasus sengketa di Aceh Selatan, Aceh Tamiang, Aceh Barat, Aceh Timur, dan beberapa daerah lain merupakan kasus saling klaim kepemilikan yang sudah berlangsung puluhan tahun. Umumnya adalah sengketa antara masyarakat dan perkebunan swasta. Masyarakat mengklaim tanah dengan beralaskan hak adat/ulayat. Sementara, perusahaan perkebunan mengaku dan menguasai lahan berdasarkan hak guna usaha (HGU) yang diberikan pemerintah.
Hal ini sangat memprihatinkan karena merugikan banyak pihak terutama petani kecil terancam kehilangan sumber nafkah. Bagi dunia usaha, kondisi ini membuat keamanan dan kenyamanan berbisnis terganggu. Sengketa ini pun, antara lain, memunculkan gugatan atas efektivitas eksistensi negara tentang kepastian hukum, khususnya agraria.
Ketika kita mengacu pada prinsip 3P Profit, Planet, People (Keuntungan, Lingkungan, dan masyarakat) dalam rangka mengembangkan tiga komponen penting sustainable development, yakni economic growth, environmental protection, dan social equity, yang digagas the World Commission on Environment and Development (WCED) dalam Brundtland Report (1987), Elkington. Perusahaan yang baik tidak hanya memburu keuntungan ekonomi belaka (profit) melainkan pula memiliki kepedulian terhadap kelestarian lingkungan (planet) dan kesejahteraan masyarakat (people).
Konflik agraria terjadi disebabkan berbagai faktor. Seperti halnya penerapan Undang – Undang Agraria (UUA) di Indonesia belum maksimal sesuai yang diharapkan masyarakat. Akibatnya, konflik lahan di berbagai daerah masih terjadi. Sepanjang penerapan UUA di Indonesia masih berpihak kepada penguasa dan pengusaha, maka konflik Agraria di berbagai daerah akan terus terjadi ke depan. Selain itu, UUA masih banyak tumpang tindih dengan undang – undang lain, sehingga muncul berbagai penafsiran penguasa dalam menyelesaikan sengketa tanah di Tanah Air. Faktor lainnya, peraturan yang dibuat pemerintah masih berpihak kepada penguasa. Hal ini menyebabkan dalam perkara sengketa tanah rakyat selalu dikalahkan.
Dampaknya, apabila konflik agraria terus berlanjut, menyebabkan pengurangan rumah tangga pertanian di Tanah Air. Hal ini terjadi karena lahan mereka dimiliki oleh penguasa atau pengusaha pemilik perkebunan. Petani akan beralih profesi menjadi kuli bangunan dsb. Akibatnya, produk pertanian yang dihasilkan petani terus berkurang. Jika lahan pertanian terutama untuk tanaman padi habis, maka ketersediaan pangan berkelanjutan di dalam negeri pun akan terancam.
Untuk itu, gerakan konkret yang dapat dilakukan mahasiswa adalah bergerak mengadvokasi dan memberikan pendampingan dan atau pendidikan tentang agraria kepada masyarakat mengenai kasus – kasus agraria yang ada di daerah masing-masing. Baik melalui diskusi, penyuluhan dsb.
Tulisan ini disarikan dari diskusi LPM CANOPY pada Sabtu, 24 September 2016 dalam rangka memperingati Hari Tani
Pusat Data Informasi dan Diskusi LPM CANOPY.