Resensi Buku ANAK SEMUA BANGSA
Oleh Pramoedya Ananta Toer
Jenis cerita roman
Diterbitkan oleh LENTERA DIPANTARA
Jumlah halaman 539
ISBN : 979-97312-4-0
Roman ini merupakan tetralogi Pulau Buru yang terdiri dari Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah dan Rumah Kaca. Berisi tentang lanjutan dari Bumi Manusia yang menceritakan Annelis, istri Minke harus pergi ke Nedherland, tetapi tak lama ia tinggal di sana, ia harus menghembuskan nafas terakhirnya. Dari situ Minke dan mama, Nyai Ontosoroh, harus tetap kuat dan tegar dalam menghadapi segala musibah yang silih berganti menimpa. Minke yang merupakan lulusan H.B.S memiliki banyak kemampuan, termasuk menulis dalam Belanda. Banyak orang yang telah membaca tulisan Minke, hingga suatu saat sahabat Minke, Jean Marais dan Kommer memberi ia masukan untuk menulis dalam melayu dan lebih belajar memahami negaranya. Banyak pelajaran yang dapat dipetik dari roman kali ini. Mulai dari kehidupan sehari-hari, pers, hak waris sampai modal yang merupakan penjajah yang sesungguhnya. Semua orang akan melakukan apa saja termasuk menghilangkan nyawa seseorang demi memenuhi perintah si pemodal.
Berlatar belakang jaman penjajahan, Pram sangat baik menceritakan secara detail. Pembaca dibawa untuk membayangkan setiap tokoh dan kejadian. Pembaca juga sedikit belajar mengenai bahasa Belanda, Prancis dan Jerman. Selain itu Pram juga menyuguhkan beberapa Pahlawan Bangsa sebagai sosok yang ditampilkan untuk sedikit membuka pikiran tokoh utama, seperti Kartini, Untung Surapati dan ada pula Max Havellar yang merupakan sosok yang diidamkan Minke untuk dicontoh.
Pembaca juga akan merasa bahwa tokoh Minke merupakan gambaran dirinya. Minke yang digambarkan sebagai Pribumi yang masih kurang pengetahuan mengenai bangsanya apalagi mengenai bangsa lain yang lebih maju. Minke sangat beruntung memiliki teman-teman yang baik dan setia terhadap dirinya. Dari sini dapat diambil pembelajaran bahwa, sebagai masyarakat Indonesia mestinya harus memiliki keinginan lebih untuk belajar dan belajar apa saja, menghindari kemalasan dan perbanyak membaca. Sifat manusia adalah selalu merasa kurang dengan apa yang didapatkan maka dari itu ia akan berusaha untuk mendapatkan lebih dengan cara apapun. Tetapi hendaknya sebagai seorang terpelajar untuk lebih belajar supaya tidak rakus dan serakah terhadap kekuasaan dan kekayaan.
Penulis menempatkan diri sebagai sosok masyarakat Jawa, dan benar-benar memahami Jawa. Seperti tanam paksa yang banyak digambarkan dari cerita-cerita sejarah, yang memang terjadi di tanah Jawa. Pembaca seperti diajak melihat kejadian- kejadian masa lampau. Diharapkan kedepan akan ada penulis-penulis seperti Pram dengan latar belakang budaya masing-masing. Masih banyak budaya di Indonesia yang sebenarnya memiliki cerita dan dapat diceritakan dengan lebih menarik.
Penulis : Desy FFU